Senin, 31 Agustus 2009

DETIK RAMADHAN

Detik-detik Kesucian (5)
Sunday, 07 September 2008
Bulan Ramadhan setiap tahun mengunjungi kita dengan membawa pesan-pesan Ilahiyah dan spiritual Salah satu pesan yang dibawa bulan suci ini adalah pesan taubat, kembali dengan sungguh-sungguh ke pangkuan rahmat Allah dan perhatian kepada nilai-nilai spiritual dan akhlak pada kehidupan individu dan sosial. Semua itu adalah hal-hal yang diperlukan oleh kehidupan dunia kita saat ini. Dari sisi sosiologi, merebaknya kezaliman dan kesewenang-wenangan di dunia, polusi politik dan ekonomi, krisis identitas di tengah kaum muda khususnya di negara-negara industri maju, serta menyebarnya beragam penyimpangan, semua itu membuat orang lupa untuk membersihkan jiwa dan masuk ke alam spiritual.
Al-Qur'an Al-Karim dalam banyak ayatnya dan dengan beragam retorika mengajak manusia kepada ketaqwaan. Taqwa berarti mengontrol semua perilaku diri. Artinya orang hendaknya yang tahu apa yang ia perbuat dan memilih sendiri jalan hidupnya dengan kehendak dan keputusan yang cerdas. Jika seseorang dalam pekerjaan dan posisi apa saja sentitif dengan selalu mengharap keredhaan Allah, maka saat itulah dengan interospeksi diri aia akan tetap berada di jalan yang lurus. Dengan kata lain, seseorang yang menghiasi diri dengan taqwa dan kesucian, ketika berhadapan dengan kesulitan, maka pertolongan dan kemurahan Allah akan meliputinya. Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa akhir yang baik adalah milik kaum muttaqin.

Imam Ali (as) menyebut ketaqwaan ibarat kuda cerdik yang setia mengabdi kepada empunya, mempersilahkannya untuk duduk di atas punggungnya dan siap mengantarkan kemana saja ia mau. Sebaliknya, Imam Ali (as) menyebut hawa nafsu seperti kuda liar yang tidak mengizinkan siapa saja duduk di atas punggungnya. Ia selalu berontak dan berlari-lari ke sana kemari tanpa bisa dikendalikan dan terkadang dengan keras ia menghentakkan kaki di tanah. Imam Ali (as) dalam sebuah kalimat singkat berkata, "Wahai hamba-hamba Allah! Saya menyeru kalian kepada ketaqwaan."

Menjaga ketaqwaan adalah salah satu pesan utama yang dibawa oleh para nabi utusan Allah. Dalam berbagai ayat suci, Al-Qur'an Al-Karim menceritakan bagaimana para nabi menyeru kaum mereka kepada ketaqwaan. Jika seseorang bertaqwa maka hidayah dan petunjuk ilahi akan selalu menyertainya. Dengan taqwa ia telah keluar dari kegelapan kebodohan menuju kepada kecerahan ilmu. Ia akan mampu membedakan yang baik dari yang buruk. Dalam surah Al-Hadid ayat 28 disebutkan bahwa Ketaqwaan akan menambah cahaya di dalam hati dan di tengah kehidupan, lalu menuntunnya meniti jalan hidup. Allah swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya niscaya Allah memberikan rahmatNya kepada kalian dua bagian dan menjadikan untuk kalian cahaya yang dengan cahaya itu kalian dapat berjalan dan Dia mengampuni kalian dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dapat dikatakan bahwa tunduk kepada tuntutan hawa nafsu dan kesenangan sementara dunia ini adalah bukti tidak adanya ketaqwaan. Saat itu orang akan tertahan dan tak mampu berjalan ke arah tujuan asli penciptaannya. Sebaliknya, orang yang bertaqwa akan mendapat barakah dan kenikmatan tak terbilang dari Allah. Saat itulah ia akan merasakan kemuliaan dan kesejahteraan. Tentunya yang dengan ketaqwaan bukan hanya surga dan kenikmatan surgawi yang didapat. Ketaqwaan di dunia ini juga mendatangkan banyak keuntungan dan kebaikan yang berlimpah.

Masyarakat yang memilih jalan ketaqwaan dan dengan kesadaran melangkah di jalan itu, maka suasana di masyarakat itu akan sehat dan hubungan antara anggota masyarakatnya akan akrab dan hangat. Al-Qur'an Al-Karim telah menunjukkan jalan yang benar kepada umat manusia dan menyerukan kepada mereka untuk selalu mengingat bahwa Allah senantiasa memantau perilaku kita. Manusia hendaknya tunduk dan khusyuk di hadapan Allah sehingga memperoleh kebahagiaan. Melangkah di jalan yang lurus atau sirath mustaqim memerlukan ketaqwaan. Puasa adalah langkah awal menuju ketaqwaan.


**********


Di jamuan Ilahi yang penuh berkah ini, semua hamba Allah diundang. Seberapakah kemampuan hamba dalam memanfaatkan jamuan ini? Diriwayatkan bahwa suatu hari Nabi Musa (as) pergi ke bukit Thur untuk bermunajat dengan Allah. Di jalan beliau bertemu dengan seorang lelaki tua yang kafir. Lelaki itu bertanya, "Hendak kemanakah engkau?" Musa (as) menjawab, "Aku mau bermunajat dengan Tuhanku di bukit Thur." Lelaki itu berkata lagi, "BIsakah engkau menyampaikan pesan untuk Tuhanmu?" Musa mengangguk dan bertanya, "Apa pesanmu?". Lelaki tua berkata, "Katakan kepadaNya bahwa aku malu melihat ketuhananNya. Katakan bahwa Dia bukan tuhanku dan aku bukan hambaNya. Aku tidak ada urusan denganNya."

Musa pergi ke Thur dan bermunajat dengan Allah, namun ia tidak menyampaikan pesan lelaki tua yang kafir itu kepada Tuhannya. Ketika hendak beranjak pergi meninggalkan bukit suci itu, Allah menegurnya, "Wahai Musa, mengapa tidak engkau sampaikan pesan lelaki tua itu kepadaKu?.

Musa menjawab, "Tuhanku, aku malu menyampaikan kekurangajaran orang itu kepadaMu."
Allah berfirman, "Wahai Musa pergi dan temui orang itu dan katakan kepadanya, jika ia malu karena Aku, katakan bahwa Aku tidak malu karenanya. Dan jika ia tidak ada urusan denganKu katakan bahwa Aku tidak pernah melupakannya. Jangan lari dariKu karena Aku menantinya dengan sambutan hangat."

Sekembalinya Musa dari bukit Thur, lelaki tua yang kafir itu sudah menantinya. Kepada Musa ia bertanya, "Sudahkah kau sampaikan pesanku kepada Tuhanmu?" Musa lantas menyampaikan pesan Tuhan kepadanya. Mendadak wajah lelaki itu berubah menjadi pucat pasi. Pesan Allah yang penuh kasih sayang itu membuatnya menggigil. Ia tertunduk malu dan dengan suara serak menahan gejolak hati, ia berkata, "Wahai Musa! Kau telah membakar jiwaku. Aku menyesal telah menjadi hamba yang congkak. Aku mau kembali ke pangkuan Allah dan bertaubat kepadaNya. Bantulah aku."


***********


Kita berbicara tentang ketaqwaan. Apa saja ciri dan kelebihan orang yang bertaqwa. Al-Qur'an Al-Karim mengenai siri orang bertaqwa mengatakan bahwa salah satu ciri khas orang bertaqwa adalah berinfak di jalan yang diredhai Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang rakus dan tidak sabar menghadapi kesulitan. Ketika memperoleh kekayaan duniawi ia enggan berinfak, hanya mereka yang bertaqwalah yang bisa lepas dari sifat-sifat itu. Al-Qur'an sangat memerhatikan masalah infak dan menyebutnya sebagai jihad harta. Dalam logika Al-Qur'an, infak disejajarkan dengan sholat.

Allah SWT dalam menggambarkan signifikansi masalah infak membawakan sebuah permisalan yang apik. Dalam sebuah ayat Al-Qur'an Allah menyebutkan bahwa permisalan infak di jalan Allah seperti benih yang berkembang menjadi tujuh bulir yang masing-masing bulir itu menumbuhkan seratus biji. Selain itu Allah juga menjanjikan balasan yang berlipat kali lebih besar. Semua itu terjadi jika infak dilakukan tanpa riya' dan kecongkakan serta hanya untuk mengharap keredhaan Allah.

Dalam mengamalkan perintah infak inilah, selama bulan Ramadhan kita menyaksikan masjid-masjid dan mushalla-mushalla menggelar jamuan sederhana untuk mereka yang menunaikan ibadah puasa. Meski sederhana, tetapi jamuan itu penuh kehangatan dan kerbah dari Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar