Selasa, 01 September 2009

DI BULAN RAMADHAN

Hukum-Hukum Seputar Puasa (I)

Keutamaan Puasa



Definisi Puasa
Puasa secara bahasa berarti: menahan (الِإمْسَاكُ), diam الصُمْتُ)), tidak bergerak (الرُكُوْدُ) dan yang semakna dengannya. Allah swt berfirman:

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (QS. Maryam [19]:26)


Adapun menurut syara’ puasa adalah: menahan diri dari segala yang membatalkan yakni makan, minum, hubungan seks’ memasukkan air ke tenggorokan melalui hidung (isti’âth), muntah dengan sengaja (istiqâ) dengan niat bertaqarrub kepada Allah swt mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.[i]




Keutamaan Puasa


Banyak riwayat yang menjelaskan keutamaan ibadah puasa antara lain:


1. Puasa merupakan ibadah yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lainnya


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Setiap satu amal kebaikan anak Adam dilipatgandakan menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah swt ‘azza wa jalla berfirman: “Kecuali puasa karena ia untuk saya maka saya yang akan membalas untuknya karena ia telah mengabaikan syahwat dan makanannya demi saya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan ketika ia berbuka dan kegembiraan ketika ia berjumpa dengan tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan dengan bau minyak kasturi.” (H.R. Muslim)


Salah satu keutamaan puasa menurut hadits di atas adalah bahwa untuk puasa Allah sendiri yang akan membalasnya. Kalimat tersebut menurut Ibnu Atsir telah dita’wilkan oleh para ulama dengan beragam. Namun inti dari makna tersebut adalah puasa merupakan rahasia antara Allah dengan seorang hamba dan tidak nampak dari orang lain. Dengan demikian orang yang benar-benar berpuasa tidak mungkin melakukan kecuali ia ikhlas untuk taat. Beliau juga menjelaskan bahw takwil yang menurutnya paling baik tentang hadits tersebut bahwa semua ibadah yang dijadikan sarana manusia untuk bertaqarrub kepada Allah swt seperti shalat, puasa, sedekah, i’tikaf, menyendiri, doa, kurban dll telah digunakan oleh orang-orang musyrik untuk menyembah tuhan-tuhan mereka dan apa-apa yang mereka jadikan sekutu atas Allah. Tidak terdengar satupun dari kelompok orang-orang musyrik di masa lampau yang menyembah dan bertaqarrub kepada tuhan-tuhan mereka dengan puasa. Puasa tidak dikenal kecuali berasal dari syariat. Oleh karena itu Allah swt berfirman: puasa itu untukku dan aku yang akan membalasnya. Artinya tak seorang pun yang menyekutukan Aku dalam puasa dan selain Aku tidak ada yang disembah dengan puasa. Oleh karena itu hanya Aku yang membalasanya oleh diri-Ku dan tidak mewakilkan kepada seseorang yang disembah atau selainnya karena ia khusus untuk-Ku.[ii]


An-Nawawy menambahkan bahwa frase “saya yang akan membalasnya” menunjukkan besarnya keutamaan puasa dan besarnya pahala yang diperoleh darinya. Hal ini karena jika Allah yang menginformasikan bahwa Ia sendiri yang akan membalasnya. Ini menunjukkan besarnya kadar pahala dan luasnya pemberian terhadapnya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “bau mulut orang yang berpuasa di Hari Kiamat nanti lebih harum di sisi Allah dibandingkan dengan bau kasturi”[iii]


2. Puasa dapat menghapuskan dosa. Dari Hudzifah bahwa beliau mendengar Rasulullah saw bersabda:


فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِى أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ

“Dosa seseorang kepada istrinya, hartanya, dirinya, anaknya dan keluarganya dihapuskan oleh shalat, puasa, sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar.” (HR. Bukhari Muslim)


3. Puasa merupakan ibadah yang dapat melindungi seseorang dari siksa api neraka.


عن أبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ اللهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائمٌ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Allah swt berfirman: “Setiap perbuatan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka ia adalah untuk saya dan saya yang akan membalasnya. Puasa itu adalah perisai. Jika seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berbicara cabul, berbuat gaduh. Jika ada yang mengejeknya atau memeranginya maka hendaklah ia berkata saya sedang berpuasa. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangannya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: ketika ia berbuka puasa maka ia bergembira dan ketika ia berjumpa dengan Tuhannya maka ia bergembira dengan puasanya.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).


Ibnu Hajar telah merangkum pendapat para ulama mengenai makna junnah. Junah menurut Ibnu Abdi al-Bâr adalah pelindung dari api neraka. Penulis kitab an-Nihayah mengartikannya sebagai pelindung bagi pelakunya dari hal-hal yang menyakiti dirinya akibat syahwat. Sementara al-Qurthuby berpendapat bahwa puasa merupakan pelindung jika dilakukan sesuai syariat sehingga orang yang berpuasa seharusnya melindungi dirinya dari hal-hal yang dapat merusak dan mengurangi pahalanya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Jika kalian berpuasa maka janganlah kalian berkata keji…dst. Makna junnah juga berarti pelindung berdasarkan faidahnya yaitu melemahkan syahwat. Kata tersebut juga dapat diartikan pelindung berdasarkan apa yang diperoleh berupa pahala dan dilipatgandakannya amal. Hal senada juga dinyatakan oleh Qadhi Iyyad dalam al-Ikmal bahwa puasa merupakan pelindung dari dosa atau dari api neraka atau keduanya. Makna yang terakhir juga dikuatkan oleh an-Nawawy. Ibnu al-Araby berpendapat puasa merupakan perisai dari api neraka karena ia menahan diri dari syahwat sementara neraka itu diliputi oleh syahwat. Dengan demikian jika seseorang menahan dirinya dari syahwat di dunia maka hal tersebut menjadi pelindung baginya dari api neraka di akhirat.”[iv] Hal tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah saw:



الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْقِتَالِ
“Puasa adalah perisai api neraka sebagaimana perisai kalian dalam peperangan.” (HR. al-Khuzaimah. Al-’Adzmaiy berkata: sanadnya shahih)



Allah swt memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang gemar berpuasa di Hari kiamat nanti.


عن سَهْلٍ رضي الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ: الرَّيَّانُ، يدْخلُ مِنْهُ الصَّائمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائمُونَ، فَيَقُومُونَ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

Dari Sahal r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda: “Sesunguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang dinamakan ar-Rayyan. Yang masuk di dalamnya adalah oran-orang yang berpuasa dan selain mereka tidak dapat masuk. Dikatakan: Dimana orang-orang yang berpuasa? Mereka pun berdiri dan tidak seorang pun dapat masuk ke dalamnya kecuali mereka. Ketika mereka masuk maka pintu itu pun tertutup sehingga tak seorang pun yang dapat masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan an-Nasai)


4. Orang-orang yang berpuasa tidak akan ditolak doanya oleh Allah swt.


ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ تُحْمَلُ عَلَى الْغَمَامِ وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكَ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ

“Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: Imam yang adil, orng yang berpuasa hingga ia berbuka dan dan orag orang yang didzalimi. Doanya diangkat ke awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Tuhan azza wa jalla berfirman: demi kemuliaanku saya pasti menolong engkau setelah ini. (H.R. Ahmad. Menurut al-Arnauth shahih, ibnu Hibban, al-Baihaqy)


5. Puasa merupakan metode yang efektif untuk meredam gejolak syahwat.


عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ بَيْنَا أَنَا أَمْشِي مَعَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Dari ‘Alqamah ia berkata: ketika saya berjalan bersama Abdullah r.a. ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw lalu beliau bersabda: “Barangsiapa diantara kalian yang sanggup maka menikahlah karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa karena ia merupakan wijâ’. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasai dan at-Tirmidzy). Wijâ’ artinya mengekang testis atau mengekang pembuluh darahnya sehingga menahan syahwat.



Keutamaan Bulan Ramadlan

Berikut sejumlah riwayat yang menggambarkan keutamaan khusus dari bulan Ramadlan dan pelaksanaan ibadah puasa di dalamnya.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ.

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila masuk bulan Ramadlan pintu rahmat dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Imam Nawawy mengatakan: Menurut Qadhy Iyyad rahimahullah hadits ini bermakna lahir dan hakikat. Makna hakekatnya adalah pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu merupakan tanda masuknya bulan Ramdlan dan besarnya penghormatan atas bulan tersebut. Belenggu atas setan adalah mereka tercegah untuk menyakiti dan memperngaruhi orang-orang beriman. Makna Majaz hadits tersebut adalah isyarat atas banyaknya pahala dan pengampunan dan setan memiliki sedikit peluang untuk menggoda dan menghinakan kaum mu’min. dengan demkian mereka seperti terbelenggu dan belenggu mereka adalah sesuatu yang lain dan manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh hadits di atas bahwa pintu rahmat dibuka dan dalam riwayat yang lain dikatakan kedurhakaan mereka dibelenggu. Al Qadli berkata: maksud pintu neraka dibuka adalah Allah membukakan bagi hamba-Nya berbagai ketaatan di bulan ini yang tidak terjadi dibulan lain secara umum seperti puasa, shalat malan dan berbagai kebaikan lainnya serta mencegah dari berbagai pelanggaran. Dan hal tersebut menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam surga dan pintunya demikian pula penutupan pintu neraka dan belenggu atas setan merupakan ungkapan atas tercegahnya seseorang dari berbagai pelanggaran.[v]



عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Shalat lima waktu dan juma’t ke Jum’at berikutnya, Ramadlan ke Ramadlan berikutnya menghapus dosa (seseorang) di antara waktu tersebut selama ia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَانْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Amat hinalah orang disebut namaku di sisinya namun ia tidak bershalawat atasku. Hina pula orang yang memasuki bulan Ramadlan lalu keluar namun (dosanya) belum diampuni dan hina pula orang yang mendapati orang tuanya dalam keadaan tua namun tidak menjadikannya masuk ke dalam surga.” (HR. at-Tirmidzy, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim. Menurut at-Trmidzy hadits ini hasan gharib).



أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Abu Hurairah berkata kepada mereka: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka (dosanya) yang lalu akan diampuni dan barangsiapa yang menunaikan shalat malam pada malam lailatul qadar dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim)


Makna imânan pada hadits tersebut menurut an-Nawawy adalah pembenaran bahwa ia benar-benar bermaksud memperoleh kemuliaannya. Sementara ihtisâban berarti ia hanya menginginkan Allah semata dan bukan dimaksudkan untuk riya kepada manusia dan hal-hal lain yang bertentangan dengan sifat-sifat ikhlas. Maksud dari qiyamu ramadhan adalah melaksanakan shalat tarawih yang telah disepakati oleh para ulama tentang kesunnahannya.[vi] Hal senada dinyatakan oleh Ibnu Hajar bahwa al-imân pada hadits tersebut bermakna keyakinan terhadap kebenaran wajibnya puasa dan al-ihtisâb bermakna mengharap pahala dari Allah swt.[vii]


Selain itu pelaksanaan ibadah “umrah di bulan Ramadlan pahalanya setara dengan pelaksanaan ibadah haji.


عَنْ مَعْقِلِ بْنِ أَبِي مَعْقِلٍ رَضِيَ الله عَنْهُ: أَنَّ أُمَّهُ أَتَتْ النَّبِي صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم فَقَالَتْ…إِنِّي امْرَأَةٌ قَدْ سَقِمْتُ وَكَبِرْتُ وَأَخَافُ أَنْ لاَ أُدْرِكَ الْحَجَّ حَتَّى أَمُوتَ, فَهَلْ شَيْءٌ يَجْزِئني مَنِ الْحَجِّ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ ، عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً فَاعْتََمِرِي فِي رَمَضَانَ

Dari Ma’qil bin Ma’qil r.a. bahwa ibunya mendatangi Rasulullah saw dan berkata:…”Saya adalah perempuan yang sakit dan sudah tua. Saya takut tidak akan mendapati pelaksanaan ibadah haji hingga saya meninggal dunia. Apakah ada sesuatu yang dapat menggantikan pahala haji untuk saya? Beliau bersabda: Iya. Umrah di bulan Ramadlan setara dengan haji maka umrahlah di bulan Ramadlan.” (HR. Ibnu Abi Khuzaimah dan diriwtkan pula oleh ashab as-sunan yang empat secara ringkas. Al-Hakim mengatakan hadits ini shahih). (muis)





--------------------------------------------------------------------------------


[i] Mahmud latif Uwaidhah, al-Jâmi’ li ahkâmi as-Shiyâm, hlm. 13

[ii] Ibnu al-Atsir, an-Nihayah fi gharîbi al-Hadîts,, 748

[iii] An-Nawawy, Syarhu an-Nawâwy ‘ala Muslim, VIII/29

[iv] Ibnu Hajar, Fathu al-Bâry, IV/104

[v] An-Nawawy, Syarhu an-Nawâwy ala Muslim, VIII/188

[vi] An-Nawawy, Syarhu an-Nawâwy ala Muslim, VI/39

[vii] Ibnu Hajar, op.cit. VI/115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar