Minggu, 09 Agustus 2009

Nasehat

Enam Pertanyaan Imam al-Ghazali

Katagori : Cinta Rasul
Oleh : Redaksi 29 Sep 2006 - 7:53 am

imageSuatu hari, Imam al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam beliau bertanya bebeapa hal.

Pertama, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?. "

Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam al-Ghazali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (QS. Ali Imran 185)

Lalu Imam al-Ghazali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar, ujarnya, adalah "MASA LALU."

Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam al-Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "Nafsu" (QS. Al- a'araf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".

Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban sampean benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (QS. Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".

Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam al-Ghazali. Namun menurut beliau yang paling ringan di dunia ini adalah 'meninggalkan SHALAT'. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan shalat, gara-gara meeting kita juga tinggalkan shalat.

Lantas pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".

Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang. Benar kata Imam al-Ghazali. Tapi yang paling tajam adalah "lidah MANUSIA". Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. [hidayatullah.com]

Setelah menjadi Moslem

Irena Handono, Hidup Kian Indah dengan Islam
Katagori : Muslim Convert News
Oleh : Redaksi 02 Jul 2009 - 12:45 am

Allah selalu memberi petunjuk kepada siapa saja yang mencari kebenaran, di mana pun hamba-Nya berada. Di biara sekali pun. Itulah yang terjadi pada Irena Handono yang mendapat hidayah justru saat mencari kelemahan Islam.

Ketertarikan Irena terhadap Islam bermula ketika ia memutuskan untuk mengikuti kata hatinya menjadi biarawati. Selain mengenyam pendidikan di biara, secara bersamaan Irena juga menekuni pendidikan di Institut Filsafat Teologia. Ia mengambil studi perbandingan agama. Dari sanalah, awal mula ia bersentuhan dengan Islam.

Ketika mempelajari Islamologi, para dosen yang mengajarinya memberikan pengantar. Sang dosen berkata, ”Kalau saya mau mempelajari Islam, lihat saja umat Islam di Indonesia, mereka bagaimana.” Dari situ, pengajar itu menyimpulkan bahwa umat Islam identik dengan kemiskinan, kebodohan, teroris, dan semua hal yang jelek.

Mendengar penjelasan itu, Irena berpikir keras. Ia tidak serta-merta mengiyakan. Ia berpikir kritis dan berkata, ”Justru simpulan itu perlu diuji karena Islam tidak hanya di Indonesia. Sama halnya dengan Kristen dan Katolik. Kita lihat di Filipina dan Meksiko yang jadi maling, penipu, dan pemabuk itu bukan orang Islam, tapi mereka yang Katolik.”

Dari perdebatan kecil ini, Irena menjadi tertarik mempelajari Islam. Ia pun mengusulkan dan meminta izin kepada dosennya untuk mempelajari Islam langsung dari sumbernya, yaitu Alquran. Usulan itu diterima. Tapi, dengan catatan, ia harus mencari kelemahan Islam. ”Di situlah, untuk pertama kali, saya memegang Alquran,” ucapnya.

Reaksi yang muncul pertama kali ketika Irena memegang kitab suci Alquran adalah sebuah kebingungan. Ia tidak tahu harus membuka kitab itu dari mana. Huruf-hurufnya pun tidak dikenalnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari Alquran yang ada terjemahannya.

Ketika mempelajari terjemahan, ia masih sempat bingung. Kebingungan itu karena ia tidak mengerti bahwa membaca Alquran dimulai dari kiri. Ia justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Alhasil, yang ia pelajari lebih dulu surat-surat yang letaknya di belakang. Yang pertama kali ia pandang adalah surat Al-Ikhlas. Surat inilah yang memperkenalkan Irena kepada ketauhidan dalam Islam. Pada saat bersamaan, ia sedang menekuni teologia (konsep Tuhan dalam Katolik).

Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1973. Setelah membacanya, suara hati Irena membenarkan bahwa Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. ”Ini logis, ini benar, dan bisa diterima serta dipahami,” ujarnya.

Apa yang ia temukan dalam surat Al-Ikhlas berbeda sekali dengan konsep Tuhan yang dipelajarinya saat kuliah teologia. Dalam teologi Katolik dan Kristen, kata dia, secara keseluruhan konsep Tuhan itu trinitas, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra, dan Tuhan Roh Kudus.

Akhirnya, terjadilah diskusi antara Irena dengan dosennya mengenai konsep ketuhanan hingga mengerucut kepada sejarah gereja. Dari diskusi tersebut, Irena menarik simpulan bahwa Yesus yang selama ini ia yakini sebagai Tuhan hanyalah seorang manusia yang dipertuhankan oleh manusia. Kesimpulan ini menuai kritik dari sang dosen dan menganggap apa yang Irena sampaikan sebagai pemikiran yang sesat dan anti-Kristus.

Tiap Malam
Kebiasaan mengkaji Alquran ia teruskan setiap malam. ”Dari awalnya sekadar meneliti, kemudian membenarkan, dan akhirnya saya semakin kagum,” ungkapnya. Ia pun memutuskan keluar dari biara.

Sekeluarnya dari biara, Irena mencari ustaz yang dianggap bisa membimbingnya untuk mempelajari Islam lebih jauh lagi sebelum memutuskan masuk Islam. Kala itu, tahun 1983, ia mendapat bimbingan dari KH Ahmad Sujai (Alm) dan KH Misbach (Alm), ketua MUI Jawa Timur.

Dari penjelasan sederhana mengenai Islam yang diperolehnya dari kedua ustaz tersebut, dengan mantap akhirnya Irena memutuskan menjadi Muslim. Bertepatan satu hari sebelum bulan Ramadhan, ia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan KH Misbach (Alm) di Masjid Al-Falah, Surabaya.

Konsekuensi dari keputusannya ini, Irena menerima makian hingga teror dari sang suami yang tetap bersikukuh memeluk agama Katolik. Dihadapkan pada pilihan itu, ia memutuskan mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah berjalan selama enam tahun. Meskipun demikian, toh Irena tetap mensyukuri karena ketiga buah hatinya berhasil ia selamatkan.

Kini, keislamannya sudah berjalan selama 26 tahun. Namun, hingga saat ini, ia masih kerap menerima ancaman teror dan fitnah. Ancaman teror dan fitnah, ungkapnya, tidak hanya datang dari kalangan di luar Islam, tetapi juga dari orang yang menganut Islam. Pengalaman tidak menyenangkan itu ia paparkan dalam bukunya berjudul Menyingkap Fitnah dan Teror.

Di buku itu, Irena mengungkapkan ada 31 macam teror yang pernah ia terima. Teror dan fitnah tersebut, kata dia, mulai dari menyebarkan hasutan bahwa ia seorang penyusup hingga menunjukkan surat pernyataan palsu bermaterai yang menyebutkan bahwa pada 15 November si pembuat pernyataan melihat dirinya keluar dari Katedral di Singapura dengan masih lengkap memakai salib.

Bukannya balik menyerang, justru Irena minta dipertemukan dengan si pembuat surat pernyataan. ”Yang menyebarkan surat pernyataan tadi silakan datang dengan istri dan anak-anaknya. Di sinilah, kita mubahalah (melakukan sumpah) dan disaksikan oleh MUI setempat dan diliput oleh seluruh pers.”

Berbagai teror dan fitnah yang dilancarkan terhadap dirinya ini tidak lantas membuat Irena berhenti untuk menyerukan ajaran Islam. Bahkan, hal tersebut membuatnya terpacu untuk terus melakukan dakwah, baik melalui lisan maupun tulisan. ”Saya anggap itu semua untuk mengurangi dosa saya,” ujarnya.

Dengan berbagai macam ujian dan peristiwa yang dialaminya semenjak memutuskan menerima Islam, justru ia merasakan hidup yang dijalaninya semakin indah, semakin mulia, dan semakin ia mensyukuri. Ia akhirnya sampai pada suatu simpulan, ”Kalau ingin menjadi manusia seutuhnya, dia bisa melaksanakan fungsi kemanusiaannya dengan baik. Satu-satunya cara adalah menjadi Islam.”

Dalam pandangannya, manusia tanpa Alquran belumlah sempurna. Kesempurnaan itu akan terjadi ketika hamba Allah ini menjadikan Alquran sebagai panduan hidup. ”Yang kita lihat di Tanah Air kita, banyak yang sudah ber-KTP Islam, tapi Alquran belum sebagai panduan hidupnya,” ucapnya. (nidia zuraya)

*****

Biodata

Nama : Irena Handono

Nama Kecil : Han Hoo Lie

Tempat/tanggal lahir: Surabaya, 30 Juli 1954

Lembaga Katolik yang pernah digelutinya: Biarawati, Seminari Agung (Institut Filsafat Teologia Katolik), Ketua Legio Maria, dan Universitas Katolik Atmajaya Jakarta.

Berkiprah di beberapa lembaga, di antaranya ICMI, PITI, Al-Ma’wa (Pembina Mualaf) Surabaya, Pengasuh Majelis Taklim Al-Muhtadin, Forum Komunikasi Lembaga Pembina Mualaf (FKLPM), Forum Gerakan Anti-Pornografi dan Pornoaksi (FORGAPP), Lembaga Advokasi Muslim (LAM), Gerakan Muslimat Indonesia (GMI), Majlis Ilmuwan Muslimah se-Dunia Cabang Indonesia (MAAI), Muslimah Peduli Umat (MPU), dan Irena Center.

sumber : islamdigest.net


Setelah menjadi Moslem

Steven Indra Dari Katedral ke Istiqlal Terpikat Islam Karena Shalat

Katagori : Journey to Islam
Oleh : Redaksi 11 Jul 2009 - 11:00 am

Seorang mualaf ibarat besi yang baru jadi. Saatnya Allah menempa kita dan menjadikannya sebilah pedang. Kalau tidak ditempa, tidak akan tajam.

Bagi Steven Indra Wibowo, agama adalah sebuah pilihan hidup. Seperti filosofi yang dianut oleh para leluhurnya, setiap pilihan inilah yang nantinya menjadi pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan. ‘’Bagi saya, Islam adalah pegangan hidup,’’ ujar pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1981 ini kepada Republika.

Sebelum memutuskan memeluk Islam, Indra adalah seorang penganut Katolik yang taat. Ayahnya adalah salah seorang aktivis di GKI (Gereja Kristen Indonesia) dan Gereja Bethel. Di kalangan para aktivis GKI dan Gereja Bethel, ayahnya bertugas sebagai pencari dana di luar negeri bagi pembangunan gereja-gereja di Indonesia. Karena itu, tak mengherankan jika sang ayah menginginkan Indra kelak mengikuti jejaknya dengan menjadi seorang bruder (penyebar ajaran Katolik—Red).

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, sejak usia dini ia sudah digembleng untuk menjadi seorang bruder. Oleh sang ayah, Indra kecil kemudian dimasukkan ke sekolah khusus para calon bruder Pangudi Luhur di Ambarawa, Jawa Tengah. Hari-harinya ia habiskan di sekolah berasrama itu. Pendidikan kebruderan tersebut ia jalani hingga jenjang SMP. ‘’Setamat dari Pangudi Luhur, saya harus melanjutkan ke sebuah sekolah teologi SMA di bawah Yayasan Pangudi Luhur,’’ ujarnya.

Karena untuk menjadi seorang bruder, minimal harus memiliki ijazah diploma tiga (D3), selepas menamatkan pendidikan teologia di SMA tahun 1999, Indra didaftarkan ke Saint Michael’s College di Worcestershire, Inggris, yaitu sebuah sekolah tinggi khusus Katolik. Di negeri Ratu Elizabeth itu, pria yang kini menjabat sebagai sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) ini mengambil jurusan Islamologi.

Selama menempuh pendidikan di Saint Michael’s College ini, Indra mempelajari mengenai hadis dalam ajaran Islam. ‘’Intinya, kita mempelajari hadis dan riwayatnya itu untuk mencari celah agar orang Muslim percaya, bahwa apa yang diajarkan dalam agama mereka tidak benar. Memang kita disiapkan untuk menjadi seorang penginjil atau misionaris,’’ paparnya. Bahkan, untuk mengemban tugas sebagai seorang penginjil, ia harus melakoni prosesi disumpah tidak boleh menikah dan harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Tuhan.

Namun, seiring dengan aktivitasnya sebagai seorang penginjil, justru mulai timbul keraguan dalam dirinya atas apa yang ia pelajari selama ini. Apa yang dipelajarinya, bertolak belakang dengan buku-buku yang ia temui di toko-toko buku. Hingga akhirnya, suatu hari tatkala mendatangi sebuah toko buku ternama di Jakarta, ia menemukan sebuah buku karangan Imam Ghazali. Buku yang mengulas mengenai hadis dan sejarah periwayatannya itu cukup menarik perhatiannya.

Dari semula hanya sekadar iseng membaca gratis sambil berdiri di toko buku tersebut, Indra akhirnya memutuskan untuk membelinya. ‘’Setelah saya baca dan pelajari buku tersebut, ternyata banyak referensi dan penjelasan mengenai hadis yang diriwa -yatkan oleh Bukhari dan Muslim. Akhirnya, saya juga memutuskan untuk membeli buku kumpulan hadis-hadis Bukhari dan Muslim,’’ kata dia.

Berawal dari sinilah, Indra mulai mengetahui bahwa hadishadis yang selama ini dipelajarinya di Saint Michael’s College, ternyata tidak diakui oleh umat Islam sendiri. ‘’Hadis-hadis yang saya pelajari tersebut ternyata maudhu’ (palsu). Dari sana, kemudian saya mulai mencari-cari hadis yang sahih,’’ tukasnya.''

Dari Katedral ke Istiqlal
Keinginan Indra untuk mempelajari ajaran Islam, tak hanya sampai di situ. Di sela-sela tugasnya sebagai seorang penganut Katolik, diam-diam Indra mulai mempelajari gerakan shalat. Kegiatan belajar shalat itu ia lakukan selepas menjalankan ritual ibadah Minggu di gereja Katedral, Jakarta. Tak ada yang mengetahui kegiatan ‘mengintipnya’ itu, kecuali seorang adik laki-lakinya. Namun, sang adik diam saja atas perilakunya itu.

‘’Ketika waktu shalat zuhur datang dan azan berkumandang dari seberang (Masjid Istiqlal—Red), kalung salib saya masukkan ke dalam baju, sepatu saya lepas dan titipkan. Kemudian, saya pinjam sandal tukang sapu kebun di Katedral. Setelah habis shalat, saya balik lagi mengenakan kalung salib dan kembali ke Katedral,’’ paparnya.

Aktivitasnya yang ‘konyol’ di mata sang adik itu, ia lakoni selama dua bulan. Dan, berkat kerja sama sang adik pula, tindakan yang ia lakukan tersebut tidak sampai ketahuan oleh ayahnya. Dari situ, lanjut Indra, ia baru sebatas mengetahui orang Islam itu shalat empat rakaat dan selama shalat diam semua. Tahap berikutnya, ayah satu orang putri ini mulai belajar shalat maghrib di sebuah masjid di daerah Muara Karang, Jakarta Utara. Ketika itu, ia beserta keluarganya tinggal di wilayah tersebut.

‘’Dari situ, saya mulai mengetahui ternyata ada juga shalat yang bacaannya keras. Kemudian, saya mulai mempelajari shalat-shalat apa saja yang bacaannya dikeraskan dan tidak.’’ Setelah belajar shalat zuhur dan maghrib, ia melanjutkan dengan shalat isya, subuh, dan ashar. Kesemua gerakan dan bacaan shalat lima waktu tersebut ia pelajari secara otodidak, yakni dengan cara mengikuti apa yang dilakukan oleh jamaah shalat. Sampai tata cara berwudhu pun, menurut penuturannya, ia pelajari dan hafal dengan menirukan apa yang dilakukan oleh para jamaah shalat.

‘’Saya lihat orang berwudhu, ingat-ingat gerakannya, baru setelah sepi saya mempraktikkannya. Dan, Alhamdulillah dalam waktu seminggu saya sudah bisa hafal gerakan berwu -dhu. Begitu juga, dengan gerakan shalat dan bacaannya. Saya melihat gerakan imam dan mendengar bacaannya sambil berusaha mengingat dan menghafalnya,’’ terang Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa dan Keluarga), sebuah lembaga yang mewadahi silahturahim, informasi, konsultasi, dan pembinaan agama Islam.

Untuk memperdalam pengetahuannya mengenai tata cara ibadah shalat, Indra pun mencoba mencari tahu arti dan makna dari setiap gerakan serta bacaan dalam shalat, melalui buku-buku panduan shalat yang harganya relatif murah. Melalui shalat ini, ungkap Indra, ia menemukan suatu ibadah yang lebih bermakna, lebih dari hanya sekadar duduk, kemudian mendengarkan orang ceramah dan kadang sambil tertidur, akhirnya tidak dapat apa-apa dan hampa.

‘’Ibaratnya sebuah bola bowling, tampak di permukaan luar -nya keras dan kokoh, tetapi di dalamnya kosong. Berbeda de ngan ibadah shalat yang ibaratnya sebuah kelereng kecil, wa lau pun kecil, di dalamnya padat. Saya lebih memilih menjadi se buah kelereng kecil daripada bola bowling tersebut,’’ ujar nya mengumpamakan ibadah yang pernah ia lakoni sebelum menjadi Muslim dan sesudahnya.

Tujuh jahitan
Setelah merasa mantap, Indra pun memutuskan untuk masuk Islam dengan dibantu oleh seorang temannya di Serang, Banten. Peristiwa itu terjadi sebelum datangnya bulan Ramadhan di tahun 2000. Keislamannya ini, kata dia, baru diketahui oleh kedua orang tuanya setelah ia memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Kabar mengenai keislamannya ini diketahui orang tuanya dari para rekan bisnis sang ayah.

Karena mungkin pada waktu itu, papa saya sedang mengerjakan proyek pembangunan resort di wilayah Muara Karang dan Pluit, makanya papa punya banyak kenalan dan teman. Dan, mungkin orang-orang itu sering melihat saya datang ke masjid dan mengenakan peci, makanya dilaporkan ke papa, kenangnya. Ayahnya pun memutuskan untuk mengirim orang untuk memata-matai setiap aktivitas Indra sehari-hari. Setelah ada bukti nyata, ia kemudian dipanggil dan disidang oleh ayahnya. Saya beri penjelasan kepada beliau bahwa Islam itu bagi saya adalah pegangan hidup.

Di hadapan ayahnya, Indra mengatakan bahwa selama menjalani pendidikan calon bruder, dirinya mendapatkan kenyataan bahwa pastur yang selama ini ia hormati ternyata melakukan perbuatan asusila terhadap para suster. Demikian juga, dengan para frater yang menghamili siswinya dan para bruder yang menjadi homo. Ibaratnya saya pegangan ke sebuah pohon yang rantingranting daunnya pada patah, dan saya rasa pohon itu sudah mau tumbang kalau diterpa angin. Sampai akhirnya, saya ketemu dengan sebatang bambu kecil, yang tidak akan patah meski diterpa angin.

Seakan tidak terima dengan penjelasan sang anak, ayahnya pun menampar Indra hingga kepalanya terbentur ke kaca. Beruntung saat kejadian tersebut sang ibu langsung membawa Indra ke Rumah Sakit Atmajaya. Sebagai akibatnya, ia mendapatkan tujuh jahitan di bagian dahinya. Kendati begitu, ibunya tetap tidak bisa menerima keputusan putra pertamanya tersebut.

Tidak hanya mendapatkan tujuh jahitan, oleh ayahnya kemudian Indra diusir setelah dipaksa harus menandatangani surat pernyataan di hadapan notaris, mengenai pelepasan haknya seba gai salah satu pewaris dalam keluarga. Saya tidak boleh menerima semua fasilitas keluarga yang menjadi hak saya,ujarnya. Meski hidup dengan penuh cobaan, ungkap Indra, masih ada Allah SWT yang menyayanginya dan membukakan pintu rezeki untuknya. Salah satunya, proposal pengajuan beasiswa yang ia sampaikan ke Universitas Bina Nusantara (Binus) disetujui. Di Binus juga, ia mempunyai waktu luang dan kesempatan untuk menyampaikan syiar Islam, baik melalui forumforum pengajian maupun internet.

Karena itu, saya melihat mualaf itu ibaratnya sebuah besi yang baru jadi. Jadi, saatnya Allah menempa kita dan menjadikannya sebilah pedang. Jadi, kalau tidak ditempa, tidak akan tajam, katanya. nidia zuraya (RioL)

Biodata
Nama : Indra Wibowo
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Juli 1981
Masuk Islam : 2000
Status : Menikah dan mempunyai satu orang putri
Pendidikan Akhir : Sarjana (S1) Komunikasi Universitas Padjadjaran
Aktivitas :
- Sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
- Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa dan Keluarga)

KemAtiAN

Karnaval Kematian dan Planning Kematian Kita

Katagori : Hikmah
Oleh : Redaksi 09 Aug 2009 - 1:00 pm

oleh Mahatir Kh
Kalau kita menonton televisi dan menyimak berbagai media masa akhir-akhir ini, sampai sekarang, 'pemandangannya' tidak jauh dari pemberitaan Mbah Surip, W.S. Rendra, dan Noordin M. Top.

Seputar tiga tokoh itu. Dan kita dapatkan satu sumbu yang sama, yakni tentang episode kisah di akhir / batas kerja manusia di dunia, yakni kematian.

Katanya, Mbah Surip meninggal dunia karena penyempitan pembuluh darah, karena disebabkan oleh terlalu banyaknya Si Mbah mengkonsumsi kopi, sampai-sampai saya denger kabar per hari Mbah Surip 'nyruput' 20 cangkir kopi.

Si Burung Merpati W.S. Rendra pun dipanggil Yang Maha Kuasa di rumah sakit, setelah tergolek lama dengan penyakitnya. Tidak lama beberapa setelah Mbah Surip diberitakan meninggal dunia.

Orang yang diduga Noordin M. Top diberitakan meninggal dunia tadi pagi sekitar jam 10 Setelah tertembak oleh anggota Densus 88 POLRI di daerah Temanggung Jawa Tengah.

Warga Malaysia ini diperkirakan meninggal dunia setelah operasi pengepungan lebih dari 18 jam mulai kemarin sore.

Di program berita salah satu stasiun TV, diberitakan ada mayat yang 26 tahun lalu dikubur, setelah dibongkar, ternyata jasadnya masih utuh. Ini kisah nyata, bukan sinetron religi. Diketahui bahwa dia dulu seorang guru ngaji Al Quran yang tiap harinya tak pernah bosan mengajar warga, mulai anak-anak sampai orang tua, agar mereka lebih dekat dengan ALLAH.

Beberapa hari sebelum mereka semua, tetangga saya juga meninggal dunia karena penyakit 'angin duduk'. Beliau pernah dua kali menjadi saksi salah satu partai dakwah pada dua pemilu yang lalu. Dan satu pekan lagi, sebelum kematiaanya, harusnya ia mulai halaqoh pertamanya dengan om saya.

Beberapa tahun yang lalu, kita mengenal Mirza Ghulam Ahmad, orang kurang ajar yang mengaku nabi ini, meninggal dunia di kamar mandi karena menderita suatu penyakit yang aneh.

Beberapa abad yang lalu, kita mengenal sahabat Kanjeng Nabi yang bernama Hanzhalah, yang jasadnya dimandikan malaikat, karena dia tidak sempat mandi junub setelah beribadah dengan istrinya, saat panggilan jihad terdengar di telinganya.

Tak lama setelahnya, kita tahu Umar Ibnul Khattab terbunuh oleh Abu Lu'lu'ah ketika beliau sedang mengimami sholat.

Itulah sebuah karnaval kematian manusia. Mungkin banyak yang belum saya ceritakan. Tapi ada satu keniscayaan, yakni bahwa kita pasti kelak akan menjadi peserta karnaval itu, cepat atau lambat. Pasti. Kita tidak bisa mengelak, memajukan, memundurkan, atau belindung dengan suatu tembok yang kokoh. Itu kata Kitab Suci.

Orang-orang di atas meninggal dunia dengan cara-caranya sendiri. Begitu juga dengan kita. Kita tidak tahu kapan, dimana, dan dalam keadaan apa. Kematian akan selalu menjadi misteri. Dan selalu terus menjadi misteri. Tidak ada satu alasan yang dikemukakan oleh Kitab Suci kenapa kematian harus menjadi misteri. Tapi ada satu hikmah besar: agar kita selalu siap dalam menghadapinya.

Mungkin kematian itu harus direncanakan. Lho kok? Ya , harus direncanakan. Karena hidup ini tidak lain adalah menyesuaikan rencana-rencana kita dengan rencana-rencana ALLAH. Kita punya rencana, ALLAH pun punya rencana. Yang pasti kita oleh ALLAH diberikan waktu dan pilihan agar kita mempersiapkan kematian sebaik-baiknya, agar Dia tersenyum ketika kita bertemu dengan-Nya. Kita diberikan pilihan apakah menuruti hukum-Nya, atau sombong terhadap-Nya.

Tapi kita tidak dibiarkan begitu saja. Kita dibekali dengan hati, akal dan perasaaan. Agar kita tahu dan dapat membedakan baik dan buruk. Benar dan salah. Wahyu atau nafsu. Semua orang, siapupun saya dan Anda, pasti memilih kematian yang indah, yakni ketika kita sedang melakukan kebajikan.

Orang yang hobi nonton film porno, maaf, tak ingin dia meninggal dunia saat asyik mengunjungi sitis-situs porno.

Orang yang suka mabuk, minum minuman keras, tidak ingin dijemput malaikat maut saat ia asyik memegang botol minuman keras. dan seterusnya. Semua orang sama.

Kematian adalah hak prerogratif ALLAH. Mutlak. Kita hanya hamba. Ciptaan Allah. Maka tidak sepatutnya kita melawan-Nya. Sudah cukup kurang ajar apabila kita tetap fesbukan apabila kita mendengar adzan, tapi tidak segera berangkat ke masjid. Sudah cukup kita disebut durhaka apabila kita tidak pernah sekalipun membaca surat-surat cinta-Nya berupa Al Quran.
Sudah ingkar apabila kita lebih mudah berbelanja barang-barang mahal tetapi infaq ke masjid masih berat hati.

Saya tidak tahu, kapan, dimana, dalam keadaan apa, saya meninggal dunia. Tapi mumpung ada kesempatan, saya mohon maaf atas kesalahan saya.

Ada beberapa pertanyaan renungan yang saya dapatkan dari ustadz Anis Matta:
1. Kalau diberikan pilihan, pada umur berapa Anda merasa tepat meninggal dunia?
2. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah Anda merasa sudah siap dan akan cukup tenang menghadapinya?
3. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah ANda cukup yakin bahwa amal Anda sudah memadai mengantar Anda menuju surga? amalan2 unggulan apakah yang menurut Anda akan mengantarkan Anda ke surga?

Jawaban2 di atas mungkin tidak bisa dijawab beberapa saat setelah Anda baca tulisan ini, tapi butuh perenungan yang panjang dan mendalam. Semoga bisa direnungkan

Mari kita planning kematian kita, dengan selalu berusaha memproduksi kebajikan-kebajikan, mendistribusikannya secara benar kepada masyarakat, sehingga kelak ALLAH memilihkan untuk kita akhir hidup yang indah, husnul khotimah. Amin. (eramuslim)


Karnaval Kematian dan Planning Kematian Kita

Katagori : Hikmah
Oleh : Redaksi 09 Aug 2009 - 1:00 pm

oleh Mahatir Kh
Kalau kita menonton televisi dan menyimak berbagai media masa akhir-akhir ini, sampai sekarang, 'pemandangannya' tidak jauh dari pemberitaan Mbah Surip, W.S. Rendra, dan Noordin M. Top.

Seputar tiga tokoh itu. Dan kita dapatkan satu sumbu yang sama, yakni tentang episode kisah di akhir / batas kerja manusia di dunia, yakni kematian.

Katanya, Mbah Surip meninggal dunia karena penyempitan pembuluh darah, karena disebabkan oleh terlalu banyaknya Si Mbah mengkonsumsi kopi, sampai-sampai saya denger kabar per hari Mbah Surip 'nyruput' 20 cangkir kopi.

Si Burung Merpati W.S. Rendra pun dipanggil Yang Maha Kuasa di rumah sakit, setelah tergolek lama dengan penyakitnya. Tidak lama beberapa setelah Mbah Surip diberitakan meninggal dunia.

Orang yang diduga Noordin M. Top diberitakan meninggal dunia tadi pagi sekitar jam 10 Setelah tertembak oleh anggota Densus 88 POLRI di daerah Temanggung Jawa Tengah.

Warga Malaysia ini diperkirakan meninggal dunia setelah operasi pengepungan lebih dari 18 jam mulai kemarin sore.

Di program berita salah satu stasiun TV, diberitakan ada mayat yang 26 tahun lalu dikubur, setelah dibongkar, ternyata jasadnya masih utuh. Ini kisah nyata, bukan sinetron religi. Diketahui bahwa dia dulu seorang guru ngaji Al Quran yang tiap harinya tak pernah bosan mengajar warga, mulai anak-anak sampai orang tua, agar mereka lebih dekat dengan ALLAH.

Beberapa hari sebelum mereka semua, tetangga saya juga meninggal dunia karena penyakit 'angin duduk'. Beliau pernah dua kali menjadi saksi salah satu partai dakwah pada dua pemilu yang lalu. Dan satu pekan lagi, sebelum kematiaanya, harusnya ia mulai halaqoh pertamanya dengan om saya.

Beberapa tahun yang lalu, kita mengenal Mirza Ghulam Ahmad, orang kurang ajar yang mengaku nabi ini, meninggal dunia di kamar mandi karena menderita suatu penyakit yang aneh.

Beberapa abad yang lalu, kita mengenal sahabat Kanjeng Nabi yang bernama Hanzhalah, yang jasadnya dimandikan malaikat, karena dia tidak sempat mandi junub setelah beribadah dengan istrinya, saat panggilan jihad terdengar di telinganya.

Tak lama setelahnya, kita tahu Umar Ibnul Khattab terbunuh oleh Abu Lu'lu'ah ketika beliau sedang mengimami sholat.

Itulah sebuah karnaval kematian manusia. Mungkin banyak yang belum saya ceritakan. Tapi ada satu keniscayaan, yakni bahwa kita pasti kelak akan menjadi peserta karnaval itu, cepat atau lambat. Pasti. Kita tidak bisa mengelak, memajukan, memundurkan, atau belindung dengan suatu tembok yang kokoh. Itu kata Kitab Suci.

Orang-orang di atas meninggal dunia dengan cara-caranya sendiri. Begitu juga dengan kita. Kita tidak tahu kapan, dimana, dan dalam keadaan apa. Kematian akan selalu menjadi misteri. Dan selalu terus menjadi misteri. Tidak ada satu alasan yang dikemukakan oleh Kitab Suci kenapa kematian harus menjadi misteri. Tapi ada satu hikmah besar: agar kita selalu siap dalam menghadapinya.

Mungkin kematian itu harus direncanakan. Lho kok? Ya , harus direncanakan. Karena hidup ini tidak lain adalah menyesuaikan rencana-rencana kita dengan rencana-rencana ALLAH. Kita punya rencana, ALLAH pun punya rencana. Yang pasti kita oleh ALLAH diberikan waktu dan pilihan agar kita mempersiapkan kematian sebaik-baiknya, agar Dia tersenyum ketika kita bertemu dengan-Nya. Kita diberikan pilihan apakah menuruti hukum-Nya, atau sombong terhadap-Nya.

Tapi kita tidak dibiarkan begitu saja. Kita dibekali dengan hati, akal dan perasaaan. Agar kita tahu dan dapat membedakan baik dan buruk. Benar dan salah. Wahyu atau nafsu. Semua orang, siapupun saya dan Anda, pasti memilih kematian yang indah, yakni ketika kita sedang melakukan kebajikan.

Orang yang hobi nonton film porno, maaf, tak ingin dia meninggal dunia saat asyik mengunjungi sitis-situs porno.

Orang yang suka mabuk, minum minuman keras, tidak ingin dijemput malaikat maut saat ia asyik memegang botol minuman keras. dan seterusnya. Semua orang sama.

Kematian adalah hak prerogratif ALLAH. Mutlak. Kita hanya hamba. Ciptaan Allah. Maka tidak sepatutnya kita melawan-Nya. Sudah cukup kurang ajar apabila kita tetap fesbukan apabila kita mendengar adzan, tapi tidak segera berangkat ke masjid. Sudah cukup kita disebut durhaka apabila kita tidak pernah sekalipun membaca surat-surat cinta-Nya berupa Al Quran.
Sudah ingkar apabila kita lebih mudah berbelanja barang-barang mahal tetapi infaq ke masjid masih berat hati.

Saya tidak tahu, kapan, dimana, dalam keadaan apa, saya meninggal dunia. Tapi mumpung ada kesempatan, saya mohon maaf atas kesalahan saya.

Ada beberapa pertanyaan renungan yang saya dapatkan dari ustadz Anis Matta:
1. Kalau diberikan pilihan, pada umur berapa Anda merasa tepat meninggal dunia?
2. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah Anda merasa sudah siap dan akan cukup tenang menghadapinya?
3. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah ANda cukup yakin bahwa amal Anda sudah memadai mengantar Anda menuju surga? amalan2 unggulan apakah yang menurut Anda akan mengantarkan Anda ke surga?

Jawaban2 di atas mungkin tidak bisa dijawab beberapa saat setelah Anda baca tulisan ini, tapi butuh perenungan yang panjang dan mendalam. Semoga bisa direnungkan

Mari kita planning kematian kita, dengan selalu berusaha memproduksi kebajikan-kebajikan, mendistribusikannya secara benar kepada masyarakat, sehingga kelak ALLAH memilihkan untuk kita akhir hidup yang indah, husnul khotimah. Amin. (eramuslim)



Tell A Friend | Print ada 0 thread - Beri Komentar | dibaca 2 hits

Related Article
99 Langkah Menuju Kesempurnaan Iman
Ahli Zikir
Apa Adanya
Awas Demam Riya!Baju Kehinaan

Gadgets powered by Google

Karnaval Kematian dan Planning Kematian Kita

Katagori : Hikmah
Oleh : Redaksi 09 Aug 2009 - 1:00 pm

oleh Mahatir Kh
Kalau kita menonton televisi dan menyimak berbagai media masa akhir-akhir ini, sampai sekarang, 'pemandangannya' tidak jauh dari pemberitaan Mbah Surip, W.S. Rendra, dan Noordin M. Top.

Seputar tiga tokoh itu. Dan kita dapatkan satu sumbu yang sama, yakni tentang episode kisah di akhir / batas kerja manusia di dunia, yakni kematian.

Katanya, Mbah Surip meninggal dunia karena penyempitan pembuluh darah, karena disebabkan oleh terlalu banyaknya Si Mbah mengkonsumsi kopi, sampai-sampai saya denger kabar per hari Mbah Surip 'nyruput' 20 cangkir kopi.

Si Burung Merpati W.S. Rendra pun dipanggil Yang Maha Kuasa di rumah sakit, setelah tergolek lama dengan penyakitnya. Tidak lama beberapa setelah Mbah Surip diberitakan meninggal dunia.

Orang yang diduga Noordin M. Top diberitakan meninggal dunia tadi pagi sekitar jam 10 Setelah tertembak oleh anggota Densus 88 POLRI di daerah Temanggung Jawa Tengah.

Warga Malaysia ini diperkirakan meninggal dunia setelah operasi pengepungan lebih dari 18 jam mulai kemarin sore.

Di program berita salah satu stasiun TV, diberitakan ada mayat yang 26 tahun lalu dikubur, setelah dibongkar, ternyata jasadnya masih utuh. Ini kisah nyata, bukan sinetron religi. Diketahui bahwa dia dulu seorang guru ngaji Al Quran yang tiap harinya tak pernah bosan mengajar warga, mulai anak-anak sampai orang tua, agar mereka lebih dekat dengan ALLAH.

Beberapa hari sebelum mereka semua, tetangga saya juga meninggal dunia karena penyakit 'angin duduk'. Beliau pernah dua kali menjadi saksi salah satu partai dakwah pada dua pemilu yang lalu. Dan satu pekan lagi, sebelum kematiaanya, harusnya ia mulai halaqoh pertamanya dengan om saya.

Beberapa tahun yang lalu, kita mengenal Mirza Ghulam Ahmad, orang kurang ajar yang mengaku nabi ini, meninggal dunia di kamar mandi karena menderita suatu penyakit yang aneh.

Beberapa abad yang lalu, kita mengenal sahabat Kanjeng Nabi yang bernama Hanzhalah, yang jasadnya dimandikan malaikat, karena dia tidak sempat mandi junub setelah beribadah dengan istrinya, saat panggilan jihad terdengar di telinganya.

Tak lama setelahnya, kita tahu Umar Ibnul Khattab terbunuh oleh Abu Lu'lu'ah ketika beliau sedang mengimami sholat.

Itulah sebuah karnaval kematian manusia. Mungkin banyak yang belum saya ceritakan. Tapi ada satu keniscayaan, yakni bahwa kita pasti kelak akan menjadi peserta karnaval itu, cepat atau lambat. Pasti. Kita tidak bisa mengelak, memajukan, memundurkan, atau belindung dengan suatu tembok yang kokoh. Itu kata Kitab Suci.

Orang-orang di atas meninggal dunia dengan cara-caranya sendiri. Begitu juga dengan kita. Kita tidak tahu kapan, dimana, dan dalam keadaan apa. Kematian akan selalu menjadi misteri. Dan selalu terus menjadi misteri. Tidak ada satu alasan yang dikemukakan oleh Kitab Suci kenapa kematian harus menjadi misteri. Tapi ada satu hikmah besar: agar kita selalu siap dalam menghadapinya.

Mungkin kematian itu harus direncanakan. Lho kok? Ya , harus direncanakan. Karena hidup ini tidak lain adalah menyesuaikan rencana-rencana kita dengan rencana-rencana ALLAH. Kita punya rencana, ALLAH pun punya rencana. Yang pasti kita oleh ALLAH diberikan waktu dan pilihan agar kita mempersiapkan kematian sebaik-baiknya, agar Dia tersenyum ketika kita bertemu dengan-Nya. Kita diberikan pilihan apakah menuruti hukum-Nya, atau sombong terhadap-Nya.

Tapi kita tidak dibiarkan begitu saja. Kita dibekali dengan hati, akal dan perasaaan. Agar kita tahu dan dapat membedakan baik dan buruk. Benar dan salah. Wahyu atau nafsu. Semua orang, siapupun saya dan Anda, pasti memilih kematian yang indah, yakni ketika kita sedang melakukan kebajikan.

Orang yang hobi nonton film porno, maaf, tak ingin dia meninggal dunia saat asyik mengunjungi sitis-situs porno.

Orang yang suka mabuk, minum minuman keras, tidak ingin dijemput malaikat maut saat ia asyik memegang botol minuman keras. dan seterusnya. Semua orang sama.

Kematian adalah hak prerogratif ALLAH. Mutlak. Kita hanya hamba. Ciptaan Allah. Maka tidak sepatutnya kita melawan-Nya. Sudah cukup kurang ajar apabila kita tetap fesbukan apabila kita mendengar adzan, tapi tidak segera berangkat ke masjid. Sudah cukup kita disebut durhaka apabila kita tidak pernah sekalipun membaca surat-surat cinta-Nya berupa Al Quran.
Sudah ingkar apabila kita lebih mudah berbelanja barang-barang mahal tetapi infaq ke masjid masih berat hati.

Saya tidak tahu, kapan, dimana, dalam keadaan apa, saya meninggal dunia. Tapi mumpung ada kesempatan, saya mohon maaf atas kesalahan saya.

Ada beberapa pertanyaan renungan yang saya dapatkan dari ustadz Anis Matta:
1. Kalau diberikan pilihan, pada umur berapa Anda merasa tepat meninggal dunia?
2. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah Anda merasa sudah siap dan akan cukup tenang menghadapinya?
3. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah ANda cukup yakin bahwa amal Anda sudah memadai mengantar Anda menuju surga? amalan2 unggulan apakah yang menurut Anda akan mengantarkan Anda ke surga?

Jawaban2 di atas mungkin tidak bisa dijawab beberapa saat setelah Anda baca tulisan ini, tapi butuh perenungan yang panjang dan mendalam. Semoga bisa direnungkan

Mari kita planning kematian kita, dengan selalu berusaha memproduksi kebajikan-kebajikan, mendistribusikannya secara benar kepada masyarakat, sehingga kelak ALLAH memilihkan untuk kita akhir hidup yang indah, husnul khotimah. Amin. (eramuslim)



Tell A Friend | Print ada 0 thread - Beri Komentar | dibaca 2 hits

Related Article
99 Langkah Menuju Kesempurnaan Iman
Ahli Zikir
Apa Adanya
Awas Demam Riya!
Baju Kehinaan

Gadgets powered by Google