Rabu, 19 Agustus 2009

FAEDAH PUASA

Mukjizat Ilmiah dalam Puasa (2)

Rabu, 19/08/2009 11:46 WIB Cetak | Kirim | RSS

Oleh: Dr. Shalih bin Abdul Qawi as-Sanabani (Ketua Jurusan Mukjizat Ilmiah, Universitas al-Iman)

Mukjizat Kelima: Pantang terhadap Makan, Minum dan Persetubuhan Menjaga dari Berbagai Bahaya Kesehatan


Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa berpantang terhadap makanan saja terkadang menimbulkan sejumlah resiko. Resiko terpenting adalah turunnya kadar garam dan cairan dalam tubuh, sehingga mengakibatkan berbagai macam penyakit, dan terkadang sampai kepada kematian. Persetubuhan mengakibatkan seseorang kehilangan 76 kkal, dan itu membahayakan seseorang jika dilakukan dalam keadaan berpuasa.

Mukjizat Keenam: Keringanan untuk Orang Sakit dan Musafir

Alain Saury menjelaskan bahwa nilai puasa dalam menentukan vitalitas dan semangat tubuh, meskipun dalam kondisi sakit. Ia mengajukan beberapa kasus beberapa orang yang usianya lebih dari tujuh puluh tahun. Dengan puasa mereka bisa mengembalikan vitalitas tubuh dan psikologis mereka sehingga sejumlah orang di antara mereka mampu kembali bekerja di pabrik atau di ladang.

Jadi, keringanan dalam puasa bagi orang yang sakit dan musafir itu terkait dengan beban berat. Allah berfirman, ‘Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.’ (al-Baqarah: 185)

Mukjizat Ketujuh: Urgensi Puasa Enam Hari pada Bulan Syawwal dan Tiga Hari pada Setiap Bulan

Puasa adalah sarana satu-satunya yang efektif untuk detoksinasi racun yang menumpuk di dalam tubuh. Puasa membersihkan saluran pencernaan secara sempurna dari bakteri-bakteri selaam satu minggu puasa. Proses detoksinasi untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan racun yang menumpuk pada jaringan tubuh melalui air liur, getah lambung, getah kuning, dan getah pankreas, usus, mucus, air seni, dan keringat. Kadar getah dan tingkat keasamannya jauh berkurang dengan berpuasa.

Dr. Muhammad Said al-Buthi mengatakan, ‘Puasa dapat mencegah penumpukan zat-zat beracun yang berbahaya seperti asam pada air seni, serta fosfat amoniak dan magnesia pada darah, serta dampak-dampanya, yaitu penumpukan racun pada sedi dan kandung kemih, dan mencegah penyakit rematik.

Berbagai penelitian medis membuktikan bahwa puasa sehari itu dapat menghilangkan ampas dan racun yang mengendap selama sepuluh hari. Maksudnya, seseorang itu perlu berpuasa 36 hari selama setahun. Dari sini kita memahami hikmah perintah Nabi saw untuk berpuasa selama enam hari bulan Syawwal, agar proses detoksinasi itu sempurna.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari, bahwa Nabi saw bersabda, ‘Barangsiapa berpuasa bulan Ramadhan lalu melanjutkannya dengan puasa enam hari bulan puasa, maka itu seperti puasa setahun.’

Mengenai perintah Nabi saw untuk puasa tiga hari setiap bulan (Ayyumul Bidh), pengetahuan modern pada tahun-tahun terakhir menemukan bahwa bulan pada hari ke-13, 14, dan 15 itu mengakibatkan peningkatan sensitifitas syaraf dan ketegangan psikologis hingga tingkat yang dapat membuat seseorang gila.

Mukjizat Kedelapan: Berbuka dengan Kurma

Rasulullah saw sering berbuka dengan kurma basah. Kalau tidak ada, maka beliau berbuka dengan kurma kering. Kalau tidak ada, maka beliau berbuka dengan air putih. Ini adalah petunjuk terbaik bagi orang yang berpantang makan selama berjam-jam. Karena gula dalam kurma itu membuat orang merasa kenyang, karena ia dicerna dengan cepat dan sampai ke darah dalam beberapa menit, serta memberi tubuh kekuatan yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas rutinnya. Tetapi seandainya seseorang berbuka dengan makan daging, dan roti, maka dibutuhkan waktu yang lama untuk mencernanya dan mengubahnya menjadi gula, seseorang tidak merasa kenyang.

Hikmah yang terkandung di dalam penetapan syariat ini mustahil diketahui oleh manusia pada waktu al-Qur’an ini diturunkan, dan hal itu menunjukkan bahwa al-Qur’an itu bersumber dari Allah, sebagaimana Allah berfirman, ‘Katakanlah, ‘Al-Qur’an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (al-Furqan: 6)

FAEDAH PUASA

Mukjizat Ilmiah dalam Puasa (1)

Rabu, 12/08/2009 12:52 WIB Cetak | Kirim | RSS

Oleh: Dr. Shalih bin Abdul Qawi as-Sanabani
(Ketua Jurusan Mukjizat Ilmiah, Universitas al-Iman)

Allah berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.’ (al-Baqarah: 183)

Mukjiat Pertama: Keharusan Puasa bagi Setiap Orang

Para ilmuwan hari ini menganggap puasa sebagai fenomena yang vital dan fitri, dimana kehidupan yang sempurna dan kesehatan yang baik tidak bisa diperoleh tanpanya. Apabial seseorang atau bahkan seekor binatang tidak berpuasa, maka ia akan terjangkit berbagai macam penyakit. McFadon, seorang ahli kesehatan Amerika, mengatakan, ‘Setiap orang perlu puasa, karena kalau tidak maka ia akan sakit. Karena racun makanan berkumpul dalam tubuh dan membuatnya seperti orang sakit, memberatkan tubuhnya, dan mengurangi vitalitasnya. Apabila ia berpuasa, maka berat badannya menurun, dan racun-racun ini terurai daritubuhnya dan keluar, sehingga tubuhnya menjadi bersih secara sempurna, lalu bobot tubuhnya akan kembali naik, dan sel-selnya kembali baru dalam waktu tidak lebih dari 20 hari setelah berhenti puasa. Pada saat itu ia merasakan vitalitas dan kekuatan yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya.’

Di antara manfaat kesehatan dari puasa adalah:

1. Merilekskan tubuh dan memperbaiki syarafnya.
2. Menyerap zat-zat yang mengendap di usus. Pengendapan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan perubahan endapan itu menjadi kotoran yang beracun.
3. Memperbaiki fungsi pencernaan dan penyerapan.
4. Mengembalikan vitalitas organ pembuangan, dan memperbaiki fungsinya untuk membersihkan tubuh, yang mengakibatkan terkontrolnya stabilitas dalam darah dan berbagai cairan dalam tubuh.
5. Mengurai zat-zat yang berlebihan dan endapan-endapan di dalam jaringan yang sakit.
6. Mengembalikan keremajaan dan vitalitas sel-sel dan berbagai jaringan dalam tubuh.
7. Menguatkan indera dan meningkatkan IQ.
8. Memperbagus dan membersihkan Kulit.

Alexis Carrel, pemenang hadiah Nobel di bidang kedokteran, dalam bukunya Man the Unknown mengatakan, ‘Banyaknya porsi makanan dapat melemahkan fungsi organ, dan itu merupakan faktor yang besar bagi berdiamnya jenis-jenis kuman dalam tubuh. Fungsi tersebut adalah fungsi adaptasi terhadap porsi makanan yang sedikit…Gula pada jantung bergerak, dan bergerak pula lemak yang tersimpan dalam kulit. Semua organ tubuh mengeluarkan zat khususnya untuk mempertahankan keseimbangan internal dan kesehatan jantung. Puasa benar-benar membersingkan dan pengganti jaringan tubuh kita.’

Mukjizat Kedua: Minimal Puasa Satu Bulan dalam Setahun

Allah berfirman, ‘Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.’ (al-Baqarah: 185)
Prof. Nicko Lev dalam bukunya Hungry for Healthy mengatakan, ‘Setiap orang harus berpuasa dengan berpantang makan selama empat minggu setiap tahun, agar ia memperoleh kesehatan yang sempurna sepanjang hidupnya.’

Mukjizat Ketiga: Mengenai Penetapan Waktu Puasa dari Matahari Terbit hingga Matahari Terbenam

Waktu puasa syar‘i adalah dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari, dengan tidak berlebihan saat berbuka puasa. Penelitian ilmiah membuktikan bahwa jarak waktu yang tepat untuk puasa adalah antara 12 hingga 18 jam. Sesudah itu, simpanan gula dalam tubuh mulai terurai. Dreanik dkk. pada tahun 1964 mencatat sejumlah penyakit komplikasi kritis akibat berpuasa lebih dari 31 hari (wishal). Di sini tampak jelas mukjizat Nabawi dalam larangan puasa wishal atau bersambung.
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda, ‘Janganlah kalian puasa wishal.’ Para sahabat bertanya, ‘Tetapi engkau berpuasa wishal, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Kalian tidak sepertiku. Sesungguhnya Tuhanku memberiku makan dan minum saat aku tidur malam.’

Mukjizat Keempat:

Penelitian ilmiah membuktikan urgensi makan sahur dan berbuka untuk mensuplai tubuh dengan asam lemak dan amino. Tanpa kedua zat ini, lemak dalam tubuh akan terurai dalam jumlah besar, sehingga mengakibatkan sirosis pada hati, dan menimbulkan berbagai bahaya besar bagi tubuh. Nabi saw bersabda, ‘Umatku akan tetap dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.’

Di shoreBase LNG Bintuni




Posted by Picasa

Ditelaah

I Love Jesus and Aceh

E-mail Print PDF

oleh Dzikrullah *

Oleh-oleh isteriku dari Melbourne itu sederhana, tapi mengesankan. Kaos yang dibuat oleh IISNA, Islamic Information and Service Network of Australia, itu pesannya sesuatu yang sudah jelas, dan difahami ratusan juta Muslimin Indonesia sejak kanak-kanak. Tapi berapa orang dari kita yang pernah mengatakannya kepada teman-teman kita penganut agama Kristen? Bahwa Jesus alias Nabi Isa As. adalah seorang Muslim, inti ajaran yang dibawanya sama dengan yang dibawa Nabi Muhammad Saw. yaitu tauhid, menolak penyembahan dan pengabdian selain kepada satu Ilah.

Penyimpangan terjadi setelah dirinya diangkat oleh Allah Swt. Beberapa muridnya berkompromi dengan Paulus --orang yang selama hidupnya sama sekali tak pernah berjumpa Jesus--, yang tadinya sangat anti-ajaran Jesus tapi kemudian berbalik jadi penda’wah utama ajaran Kristen. Catatan-catatan pribadinya bahkan kini jadi bagian penting kitab suci Kristen (Bible).

Pauluslah yang mengakomodasi kepercayaan pagan Romawi --bahwa tuhan lebih dari satu, dan menyepakati tiga unsur tuhan yang merupakan kesatuan (trinitas): tuhan Bapa, tuhan anak (Jesus), dan roh kudus. Distorsi ini kemudian mencapai puncaknya, ketika Kaisar Konstantin Agung, raja superpower Romawi waktu itu, menyelenggarakan Konsili Nicea tahun 325 M. Kongres besar Kristen ini memilih teologi Paulus sebagai teologi resmi Gereja, dan menganggap semua aliran Kristen yang lain sebagai heresy (kekafiran). Di Konsili ini, aspek-aspek Ketuhanan Jesus diputuskan lewat pemungutan suara (voting).

Tahun 392 M Kaisar Theodosius mengeluarkan Edict of Theodosius, yang meresmikan Kristen sebagai agama negara bagi Kekaisaran Romawi. Ketika Kristen secara resmi jadi agama Romawi --yang dicampur-aduk dengan paganisme, resmi pulalah penyelewengannya dari ajaran tauhid Jesus.

Kaos itu sebuah cara sederhana untuk mendudukkan perkara sebenarnya dari pandangan Islam. Jesus adalah nabi. Telah mendahului sebelum dia nabi-nabi lain yang diutus Allah Swt. dengan pesan yang sama: mengingatkan kembali siapa manusia, siapa Penciptanya, dan bagaimana manusia bersikap tahu diri kepada Penciptanya.

Ngomong-ngomong tentang Jesus, ada berita di harian The Washington Post yang menggelikan. Evangelis terkenal Jerry Falwell yang berteman dekat dengan Presiden W Bush bilang begini, “Rakyat di kawasan itu (Aceh) belum pernah mendengar nama Jesus disebut, jadi tak ada salahnya misionaris menyebarkan ajaran Bible sambil membawa bantuan kemanusiaan.” Ia menanggapi kritik terhadap gerakan Kristenisasi di balik bantuan bagi korban Tsunami di Aceh. Lucunya, wartawan penulis berita itu sendiri yang membantah Falwell, “Tidak benar itu. Sebagai Muslim orang Aceh sudah mengenal Jesus karena nama itu tertera di dalam al-Quran bahkan sejak mereka mempelajarinya di waktu kecil.” Di dalam al-Quran, nama Nabi Isa As. alias Jesus disebut jauh lebih banyak daripada nama Nabi Muhammad Saw.

Yang sering lupa justeru umat Muslim sendiri, bahwa salah satu misi utama Islam adalah meluruskan berbagai ajaran yang bengkok, terutama pada kaum yang menamakan dirinya Yahudi dan Nasrani. Al-Ikhlash yang bagi banyak orang sering biasa disebut surat “Qulhu” turun di masa-masa sangat awal kenabian Muhammad, sudah menohok ulu hati teologi yang menyimpang itu, “Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan...” Tapi, untuk sekedar menjelaskan kebengkokan itu kepada teman-teman Kristen pun umat Muslim Indonesia cenderung enggan. Sebagian karena nggak mau ribut, sebagian karena memang nggak tahu harus bicara apa, karena tak cukup percaya diri.

Jadi, jika kini umat Muslim Indonesia ---khususnya yang bekerja membantu Aceh-- tak bersikap jelas menghadapi Kristenisasi lewat bantuan kemanusiaan, ya wajar saja.

Di Pulau Aceh, di seberang Pulau We di mana Sabang berada, Catholic Relief Service (CRS) kabarnya sudah mendapat lampu hijau langsung dari Presiden SBY, untuk menangani pembangunan lebih dari 100 rumah penduduk. Lobinya lewat Menkokesra Alwi Shihab. Pulau itu konon sudah lama dikenal sebagai salah satu basis gerakan separatis. Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah naik helikopter, mengunjungi daerah-daerah terpencil Aceh, dipandu oleh dua orang petugas dari Obor Berkat Indonesia (OBI), organisasi yang rajin membungkus obat dengan kantong plastik bertuliskan pesan-pesan gereja. Lebih dari 70 LSM dari Vatikan ditenteng mendarat oleh dubesnya sendiri masuk ke pedalaman garis pantai Aceh Barat siap mendirikan sekolah-sekolah. Truk-truk logistik World Vision beroda 12 merajai jalan-jalan Banda Aceh.

Apakah rakyat Aceh diam saja, karena mereka sedang butuh bantuan? Tidak. Di lapangan kita mulai mendengar berbagai keresahan mereka, tapi camat dan bupati yang jadi tuan rumah sedang berperan sebagai diplomat. Di satu sisi mereka harus mendengarkan kegelisahan rakyat, di sisi lain mereka tak mau dibilang ‘fanatik’ oleh atasannya. Sedangkan kita sedang menunggu bom waktu. Jika pemerintah menganggap “tidak ada masalah” dengan berbagai gerakan Kristenisasi itu, berarti pemerintah secara tidak langsung sedang mendiamkan proses menuju terjadinya insiden-insiden yang akan punya daya tarik internasional.

Logika sehatnya, kehadiran orang-orang misi Kristen di Aceh --sebuah negeri Muslim, justeru kesempatan bagi rakyat Aceh meluruskan kebengkokan ajaran iman mereka. Di Afghanistan dan Iraq itulah yang terjadi. Ribuan tentara Amerika yang ditugaskan menduduki negeri-negeri Muslim malah bersyahadat sejak Perang Teluk I, Perang Afghanistan, dan Perang Teluk II.

Anda ingat wartawan Inggris Yvonne Ridley, yang disandera oleh pasukan Taliban beberapa pekan sebelum AS menyerang negeri miskin itu akhir 2001? Selama sepuluh hari ditahan Taliban, Yvonne ngamuk hampir tak berhenti. Caci-maki berupa kata-kata kotor diteriakkannya kepada pemuda-pemuda bersurban hitam. Makanan yang diberikan kepadanya dilemparkan ke wajah pemuda-pemuda bergamis itu. Tak sekalipun mereka membalas amukan Yvonne. Beberapa pekan setelah dibebaskan dan berada di London, Yvonne malah bersyahadat. Untuk korban Tsunami di Aceh, Yvonne memandu sebuah lelang amal live di televisi bagi ICR (Indonesian Children Relief) dan Muslim’s Hand, organisasi bantuan kemanusiaan Muslim di negeri itu. Seorang pria menyumbangkan mobil Mercedes Benz lewat Yvonne.

Tapi kenapa logika sehat yang terjadi di Iraq dan Afghanistan tidak berlaku di Aceh? Kenapa hati kita dilanda kecemasan serius akan aqidah rakyat Nanggroe Aceh Darussalam, yang oleh bangsa kita dikenal kuat berpegang pada Islam? Sejujurnya, itu karena kita melihat dengan mata sendiri, pelan-pelan Islam tak lagi terlihat begitu kental di jalan-jalan Aceh. Gadis-gadis Aceh sudah tak segan lagi menonjolkan auratnya, bahkan bertempelan badan dengan lelaki yang bukan muhrimnya, di atas motor dan di pasar-pasar. Getar suara adzan sudah tak lagi mengundang cukup banyak orang untuk datang ke masjid. Rokok dan kopi jauh lebih mengasyikkan bagi lelaki Aceh ketimbang mengirup segarnya al-Quran. Demikian, kata sahabat-sahabatku orang Aceh sendiri. Dan sejujurnya juga, dalam hal-hal itu, bukan hanya Aceh tetapi diri kita sendiri di luar Aceh pun patut kita cemaskan.

* Kolumnis hidayatullah.com

Ditelaah

I Love Jesus and Aceh

E-mail Print PDF

oleh Dzikrullah *

Oleh-oleh isteriku dari Melbourne itu sederhana, tapi mengesankan. Kaos yang dibuat oleh IISNA, Islamic Information and Service Network of Australia, itu pesannya sesuatu yang sudah jelas, dan difahami ratusan juta Muslimin Indonesia sejak kanak-kanak. Tapi berapa orang dari kita yang pernah mengatakannya kepada teman-teman kita penganut agama Kristen? Bahwa Jesus alias Nabi Isa As. adalah seorang Muslim, inti ajaran yang dibawanya sama dengan yang dibawa Nabi Muhammad Saw. yaitu tauhid, menolak penyembahan dan pengabdian selain kepada satu Ilah.

Penyimpangan terjadi setelah dirinya diangkat oleh Allah Swt. Beberapa muridnya berkompromi dengan Paulus --orang yang selama hidupnya sama sekali tak pernah berjumpa Jesus--, yang tadinya sangat anti-ajaran Jesus tapi kemudian berbalik jadi penda’wah utama ajaran Kristen. Catatan-catatan pribadinya bahkan kini jadi bagian penting kitab suci Kristen (Bible).

Pauluslah yang mengakomodasi kepercayaan pagan Romawi --bahwa tuhan lebih dari satu, dan menyepakati tiga unsur tuhan yang merupakan kesatuan (trinitas): tuhan Bapa, tuhan anak (Jesus), dan roh kudus. Distorsi ini kemudian mencapai puncaknya, ketika Kaisar Konstantin Agung, raja superpower Romawi waktu itu, menyelenggarakan Konsili Nicea tahun 325 M. Kongres besar Kristen ini memilih teologi Paulus sebagai teologi resmi Gereja, dan menganggap semua aliran Kristen yang lain sebagai heresy (kekafiran). Di Konsili ini, aspek-aspek Ketuhanan Jesus diputuskan lewat pemungutan suara (voting).

Tahun 392 M Kaisar Theodosius mengeluarkan Edict of Theodosius, yang meresmikan Kristen sebagai agama negara bagi Kekaisaran Romawi. Ketika Kristen secara resmi jadi agama Romawi --yang dicampur-aduk dengan paganisme, resmi pulalah penyelewengannya dari ajaran tauhid Jesus.

Kaos itu sebuah cara sederhana untuk mendudukkan perkara sebenarnya dari pandangan Islam. Jesus adalah nabi. Telah mendahului sebelum dia nabi-nabi lain yang diutus Allah Swt. dengan pesan yang sama: mengingatkan kembali siapa manusia, siapa Penciptanya, dan bagaimana manusia bersikap tahu diri kepada Penciptanya.

Ngomong-ngomong tentang Jesus, ada berita di harian The Washington Post yang menggelikan. Evangelis terkenal Jerry Falwell yang berteman dekat dengan Presiden W Bush bilang begini, “Rakyat di kawasan itu (Aceh) belum pernah mendengar nama Jesus disebut, jadi tak ada salahnya misionaris menyebarkan ajaran Bible sambil membawa bantuan kemanusiaan.” Ia menanggapi kritik terhadap gerakan Kristenisasi di balik bantuan bagi korban Tsunami di Aceh. Lucunya, wartawan penulis berita itu sendiri yang membantah Falwell, “Tidak benar itu. Sebagai Muslim orang Aceh sudah mengenal Jesus karena nama itu tertera di dalam al-Quran bahkan sejak mereka mempelajarinya di waktu kecil.” Di dalam al-Quran, nama Nabi Isa As. alias Jesus disebut jauh lebih banyak daripada nama Nabi Muhammad Saw.

Yang sering lupa justeru umat Muslim sendiri, bahwa salah satu misi utama Islam adalah meluruskan berbagai ajaran yang bengkok, terutama pada kaum yang menamakan dirinya Yahudi dan Nasrani. Al-Ikhlash yang bagi banyak orang sering biasa disebut surat “Qulhu” turun di masa-masa sangat awal kenabian Muhammad, sudah menohok ulu hati teologi yang menyimpang itu, “Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan...” Tapi, untuk sekedar menjelaskan kebengkokan itu kepada teman-teman Kristen pun umat Muslim Indonesia cenderung enggan. Sebagian karena nggak mau ribut, sebagian karena memang nggak tahu harus bicara apa, karena tak cukup percaya diri.

Jadi, jika kini umat Muslim Indonesia ---khususnya yang bekerja membantu Aceh-- tak bersikap jelas menghadapi Kristenisasi lewat bantuan kemanusiaan, ya wajar saja.

Di Pulau Aceh, di seberang Pulau We di mana Sabang berada, Catholic Relief Service (CRS) kabarnya sudah mendapat lampu hijau langsung dari Presiden SBY, untuk menangani pembangunan lebih dari 100 rumah penduduk. Lobinya lewat Menkokesra Alwi Shihab. Pulau itu konon sudah lama dikenal sebagai salah satu basis gerakan separatis. Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah naik helikopter, mengunjungi daerah-daerah terpencil Aceh, dipandu oleh dua orang petugas dari Obor Berkat Indonesia (OBI), organisasi yang rajin membungkus obat dengan kantong plastik bertuliskan pesan-pesan gereja. Lebih dari 70 LSM dari Vatikan ditenteng mendarat oleh dubesnya sendiri masuk ke pedalaman garis pantai Aceh Barat siap mendirikan sekolah-sekolah. Truk-truk logistik World Vision beroda 12 merajai jalan-jalan Banda Aceh.

Apakah rakyat Aceh diam saja, karena mereka sedang butuh bantuan? Tidak. Di lapangan kita mulai mendengar berbagai keresahan mereka, tapi camat dan bupati yang jadi tuan rumah sedang berperan sebagai diplomat. Di satu sisi mereka harus mendengarkan kegelisahan rakyat, di sisi lain mereka tak mau dibilang ‘fanatik’ oleh atasannya. Sedangkan kita sedang menunggu bom waktu. Jika pemerintah menganggap “tidak ada masalah” dengan berbagai gerakan Kristenisasi itu, berarti pemerintah secara tidak langsung sedang mendiamkan proses menuju terjadinya insiden-insiden yang akan punya daya tarik internasional.

Logika sehatnya, kehadiran orang-orang misi Kristen di Aceh --sebuah negeri Muslim, justeru kesempatan bagi rakyat Aceh meluruskan kebengkokan ajaran iman mereka. Di Afghanistan dan Iraq itulah yang terjadi. Ribuan tentara Amerika yang ditugaskan menduduki negeri-negeri Muslim malah bersyahadat sejak Perang Teluk I, Perang Afghanistan, dan Perang Teluk II.

Anda ingat wartawan Inggris Yvonne Ridley, yang disandera oleh pasukan Taliban beberapa pekan sebelum AS menyerang negeri miskin itu akhir 2001? Selama sepuluh hari ditahan Taliban, Yvonne ngamuk hampir tak berhenti. Caci-maki berupa kata-kata kotor diteriakkannya kepada pemuda-pemuda bersurban hitam. Makanan yang diberikan kepadanya dilemparkan ke wajah pemuda-pemuda bergamis itu. Tak sekalipun mereka membalas amukan Yvonne. Beberapa pekan setelah dibebaskan dan berada di London, Yvonne malah bersyahadat. Untuk korban Tsunami di Aceh, Yvonne memandu sebuah lelang amal live di televisi bagi ICR (Indonesian Children Relief) dan Muslim’s Hand, organisasi bantuan kemanusiaan Muslim di negeri itu. Seorang pria menyumbangkan mobil Mercedes Benz lewat Yvonne.

Tapi kenapa logika sehat yang terjadi di Iraq dan Afghanistan tidak berlaku di Aceh? Kenapa hati kita dilanda kecemasan serius akan aqidah rakyat Nanggroe Aceh Darussalam, yang oleh bangsa kita dikenal kuat berpegang pada Islam? Sejujurnya, itu karena kita melihat dengan mata sendiri, pelan-pelan Islam tak lagi terlihat begitu kental di jalan-jalan Aceh. Gadis-gadis Aceh sudah tak segan lagi menonjolkan auratnya, bahkan bertempelan badan dengan lelaki yang bukan muhrimnya, di atas motor dan di pasar-pasar. Getar suara adzan sudah tak lagi mengundang cukup banyak orang untuk datang ke masjid. Rokok dan kopi jauh lebih mengasyikkan bagi lelaki Aceh ketimbang mengirup segarnya al-Quran. Demikian, kata sahabat-sahabatku orang Aceh sendiri. Dan sejujurnya juga, dalam hal-hal itu, bukan hanya Aceh tetapi diri kita sendiri di luar Aceh pun patut kita cemaskan.

* Kolumnis hidayatullah.com

Suasana di Lokasi kerja dan bandara Biak ,makasar




Posted by Picasa

TAHUKAH ANDA

Minyak dan Umat Islam

Katagori : Untold Story / the X files
Oleh : Redaksi 07 May 2007 - 10:15 pm

Oleh Bagya Adi Nugraha
imageBayangkan, bagaimana rasanya jika kita hidup tanpa energi? Anda membaca sebuah artikel telah tertata rapi dalam sebuah surat kabar. Tapi, tahukah Anda bagaimana surat kabar bisa tercetak? Proses cetak surat kabar membutuhkan daya listrik untuk menggerakkan mesin-mesin pencetak.

Daya listrik itu sendiri dihasilkan dari sebuah proses energi dari pembangkit listrik. Sedangkan pembangkit listrik itu sendiri membutuhkan energy resources. Tercatat di tahun 2004, sekitar 45,5 persen kapasitas pembangkit listrik di Indonesia membutuhkan bahan bakar minyak sebagai energy resource untuk menghasilkan daya listrik.

Itu masih cerita bagaimana daya listrik dibutuhkan untuk sebuah industri. Bagaimana dengan rumah Anda? Itu sebagian cerita soal listrik. Lalu, bagaimana juga dengan alat transportasi? Alat transportasi, baik milik sipil dan militer, membutuhkan sumber energi juga untuk bergerak. Di dunia, sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan alat transportasi adalah minyak bumi.

Tak terbayangkan, bagaimana jika terdapat sebuah negara memiliki pesawat tempur dan kapal perang canggih tapi hanya menjadi sebuah hiasan, dikarenakan pasokan BBM-nya tidak tersedia dalam jumlah yang aman? Tak terbayangkan pula, jika saat ini, alat transportasi di semua penjuru dunia benar-benar lepas dari minyak bumi. Bisa jadi, kita kembali lagi menunggang kuda dan keledai.

Demi Energi (Minyak)
imageSangat sulit untuk melepas ketergantungan atas minyak bumi. Tak heran, pada bulan Juni 2005, dunia terkejut dengan harga minyak yang hampir mencapai US$60 per Barrel. Indonesia pun kena imbasnya.

Setelah terlihat kelangkaan BBM di berbagai daerah, Pemerintah pun sempat terlihat panik dan menggelar rapat kabinet terbatas pada 23 Juni 2005. Akibat lonjakan harga minyak dunia saat itu, pemerintah juga sempat menambah dan mengucurkan dana talangan ke Pertamina sebesar 9,3 Triliun Rupiah.

Kepanikan pemerintah saat itu sebenarnya bisa diantisipasi, jika para elit negara ini sadar betapa pentingnya sektor energi sejak dulu, terutama minyak bumi. Secara kasat mata, kesadaran tinggi atas pentingnya minyak demi kehidupan sebuah negara, telah lama dimiliki oleh negara-negara maju. Indonesia? Bisa dikatakan elit negara kita baru belajar. Alasan klasik: better late than never.

Sebaiknya para elit negara ini belajar kesadaran politik energi dari Amerika Serikat. Amerika Serikat hingga kini pun masih mempertahankan keyakinan politik bahwa minyak adalah segalanya: energy security.

Saat ini, Paman Sam menduduki ranking pertama dunia dalam top oil importers. Menuju ke tahun 2025, konsumsi minyak Amerika Serikat bersama China diproyeksi tertinggi di dunia. Tak heran, hingga kini Amerika Serikat masih bersikeras untuk bertahan di Irak. Irak memang tercatat memiliki cadangan terbukti minyak terbesar di dunia sekitar 10 persen. Posisi Irak di bawah Arab Saudi yang memiliki 26 persen.

Paman Sam tetap bertahan di Irak demi mendapat pasokan aman minyak untuk konsumsi dalam negeri AS. Tak heran pula, sebelum menguasai Irak pun, posisi pasukan AS di Timur Tengah selalu berdekatan fasilitas minyak (lihat gambar). Itu semua demi keamanan pasokan minyak dalam negeri AS. Siapa yang menguasai minyak, dia menguasai dunia. Kenapa Amerika Serikat sangat membutuhkan minyak? Jawabannya cuma satu: untuk memenuhi kebutuhan energy yang digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi AS, dan dominasinya di dunia.

image

Belajar dari AS, sudah waktunya elit negara bisa memproyeksikan, melindungi, dan mengamankan sumber dan pasokan kebutuhan minyak dalam negeri untuk masa sekarang dan masa depan. Kebutuhan minyak dalam negeri paling besar, secara berurutan terletak pada transportasi, industri, rumah tangga, dan pembangkit listrik. Elit negara harus berpikir demi kepentingan nasional kita sendiri. Jika elit negara berpikir untuk menekan kebutuhan minyak dalam negeri, itu berarti sama dengan menekan pertumbuhan ekonomi negara itu sendiri. Sebuah hal yang kontrakdiktif dengan wacana peningkatan pertumbuhan ekonomi yang dikumandangkan oleh elit negara selama ini. Tengoklah negara AS, negara yang paling boros se-dunia dalam konsumsi energi.

Hingga kini elit negara masih menerapkan pola berpikir bahwa lebih baik pendapatan negara berasal dari pola bagi hasil minyak dan gas (ataupun menjual ke luar), daripada menerima porsi besar raw material atau depositnya (minyak atau gas) itu sendiri. Sudah waktunya pula pola pikir seperti itu dibalik.

Persoalan energi (minyak) sebenarnya bukanlah hanya permasalahan uang, tapi bagaimana memperoleh porsi raw materialnya (atau depositnya) dan mengamankan pasokan minyak untuk dalam negeri itu sendiri (domestic market). It’s not just about the money, Sir. Sudah waktunya kita menguasai emas hitam ketimbang tergiur uang hasil penjualan emas hitam, dengan tanpa mengganggu arus investasi.

Takdir Umat Islam
imageSaya sempat bertemu seorang analis industri migas. Dia sempat berseloroh, “Dimana ada umat Islam sujud, di situ ada sumber energi (minyak) yang sangat luar biasa.” Kali pertama mendengar pernyataan tersebut, saya belum bisa memahami apa yang dimaksud oleh teman saya tersebut. Apa maksud dari teman saya itu?

Jawabannya, jika di depan kita terhampar peta bumi, sangat terlihat jelas bahwa secara umum negara-negara penghasil minyak adalah negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim.

Jika semua orang sadar, sangat jelas bahwa umat Islam ditakdirkan berada di wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, khususnya minyak. Tapi, apakah umat Islam di dunia sadar atas hal ini? Tidak.

Kekuatan untuk mengontrol dunia sebenarnya terletak di negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Kenapa? Karena negara-negara itulah ditakdirkan memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah; terutama pertambangan.

Apa yang terjadi? Kesadaran pentingnya minyak ternyata ada di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat. Mereka sadar bahwa akan berhadapan dengan umat Islam di dunia, ketika berusaha mengkooptasi secara geopolitik dan geostrategis atas sumber-sumber minyak penting di dunia.

Apa yang mereka lakukan? Walhasil, pihak negara maju melakukan apa pun untuk menguasai sumber-sumber minyak penting di dunia. Segala cara dilakukan; operasi intelijen ekonomi hingga perang seperti perang Iraq dan Afghanistan.

Berkat operasi intelijen mereka, negara-negara yang mayoritas muslim pun “dicap” sebagai sarang teroris (lihat gambar). Perang antiterorisme pun dicanangkan.

image

image

Dengan strategi global pencanangan perang antiterorisme, dengan mudah negara-negara maju “mencaplok” melalui penempatan pasukan-pasukan mereka. Negara-negara “dunia ketiga” pun cuman melongo. Tanpa disadari negara-negara mayoritas muslim, negara-negara maju pun menguasai wilayah sumber minyak.

image

Akhirnya, penempatan basis-basis militer maju pun tidak jauh-jauh dari sumber minyak. Alasan penempatan basis-basis militer itu demi “mencegah” atau “meminimkan” gerakan teroris. Alasan seperti itu sangat bohong belaka. Semua penempatan pasukan mereka tidak jauh-jauh demi pengamanan sumber minyak dunia (lihat gambar). Jika tak percaya dengan tulisan ini, silahkan cek sisi geopolitik dan geostrategi atas penempatan pasukan tersebut. Jika semuanya ternyata demi minyak dan bukan antiterorisme, lalu siapa sebenarnya teroris itu?

Geopolitik dan Geostrategi Indonesia
Saat masih sekolah di SMP hingga kuliah dulu, saya masih ingat doktrin wawasan nusantara. Lucunya, saya saat itu tak paham implementasi dasar pemahaman atas wawasan nusantara tersebut. Lucunya lagi, saya mulai paham ketika berusaha memahami soal sisi politik energy Indonesia saat geger perang Afghanistan!

Indonesia adalah negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Dan sesuai konsep wawasan nusantara, Indonesia terletak secara strategis di antara dua benua.

Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim ternyata memiliki potensi pertambangan yang sangat luar biasa; di antaranya pada sektor migas. Walau memiliki potensi yang luar biasa untuk kepentingan dalam negeri Indonesia, penguasaan sektor migas ternyata tidak dikuasai oleh bangsa Indonesia sendiri.

Liberalisasi sektor migas telah terjadi di Indonesia. Kekayaan alam kita disedot habis oleh negara maju, dan kita diberi imbalan seonggok uang atas hasil penjualan migas kita; atas nama kontrak bagi hasil. Di sisi lain, migas kita lari ke negara-negara maju demi kestabilan roda gerak ekonomi industri mereka. Kita? Cuman melongo aja!

Liberalisasi migas terjadi di Indonesia berkat operasi intelijen yang dijalankan oleh negara-negara maju. Pengajuan pembuatan rancangan undang-undang migas didanai oleh lembaga asing. Ketua Komisi VII DPR RI saat itu yang menyetujui rancangan undang-undang migas, sayangnya berasal dari partai politik yang berasaskan Islam. Tujuan lembaga asing saat itu cuman satu: penguasaan secara tanpa sadar sumber daya alam Indonesia. Beruntung kita tak sadar. Jika kita sadar dikooptasi dan kita melawan, kemungkinan besar Indonesia akan diserang AS dan sekutunya, seperti layaknya Iraq dan penggulingan Soekarno. Yang jelas, negara kita telah kehilangan kontrol atas dampak investasi asing yang masuk di sektor migas


Sumber : US Embassy

Di sektor minyak, Indonesia memang sedang mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi ini kabarnya akan ditingkatkan tahun-tahun akan datang dengan mendorong eksplorasi dan eksploitasi. Permasalahan sebenarnya bukan masalah peningkatan eksplorasi dan eksploitasi, tapi seberapa besar kandungan yang dimiliki Indonesia digunakan oleh bangsa sendiri. Jika tidak, kita akan impor terus.

Di sektor gas, Indonesia merupakan ekportir tertinggi di dunia (lihat grafis tabel). Tapi, sungguh memalukan, ketika ada sebuah industri di pulau Sumatera teriak karena kekurangan gas, dan ribuan karyawannya terancam di-PHK, elit negara malah memilih mending mengekspor gas ke negara lain. Elit negara lebih berkomitmen membangun negara lain ketimbang membangun negara sendiri.


Yang jelas, di sektor gas, bangsa sendiri tidak menguasai produksinya (lihat grafis tabel). Perusahaan milik negara melempem, dan gas pun lebih baik diekspor ke luar negeri ketimbang menghidupkan industri dalam negeri.

Indonesia, yang berpenduduk muslim mayoritas terbesar di dunia, seperti tak sadar atas strategisnya sektor migas. Apalagi Indonesia sebenarnya memegang peran kunci di Asia Tenggara dilihat dari geostrategi. Seharusnya orang-orang muslim yang jadi penghuni negara Indonesia sadar atas hal ini.

image

Dari sisi geostrategi, jika dilihat dari jalur kapal tanker minyak dunia (lihat gambar), Indonesia terletak di tengah jalur kapal-kapal tersebut. Sadarkah orang muslim di Indonesia selama ini?

Dari sisi geostrategi, elit negara seharusnya sadar bahwa Indonesia mempunyai bargaining position yang sangat kuat. Apa jadinya jika jalur kapal-kapal tanker ini terganggu? Negara-negara maju, seperti AS, Jepang, dan China, akan sadar bahwa kita adalah negara yang tak bisa dianggap remeh. Tapi, kenyataan saat ini bicara lain.

Apa yang sebenarnya telah terjadi saat ini? Negara ini yang notabene berpenduduk muslim mayoritas tak sanggup menghadapi politik ekonomi dari negara lain atas minyak dan gas. Itu belum ditambah ketidakmampuan elit negara dalam mengamankan wilayah teritorial secara politik ekonomi; omong kosong tuh komando teritorial selama kita masih diinjak asing!

Kuasai dan Amankan!
Pasal 33 UUD 1945 (asli)
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Pasal-pasal tersebut merupakan dasar geopolitik dan geostrategis bangsa Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim. Sektor migas harus dianggap layaknya kebutuhan bahan pokok. Sektor migas merupakan sektor strategis kehidupan rakyat. Sektor strategis harus dikuasai negara.

Liberalisasi yang tak terkontrol di sektor migas, dan menghilangkan peran negara, mengakibatkan hilangnya kekayaan alam yang seharusnya digunakan atau dimanfaatkan rakyat di Indonesia. Bukan malah cuman dapat duitnya semata.

Penguasaan negara atas sektor minyak bukan berarti menolak investasi swasta nasional ataupun asing. Tapi, berapa jauh negara mengatur dan menerima porsi raw material dan uang royalti yang menguntungkan bagi bangsa, dan digunakan untuk bangsa sendiri. Kunci dari perubahan menuju ke arah itu terletak pada revisi undang-undang yang mengatur sektor migas dan revisi kontrak migas.

Energi adalah penggerak perekonomian. Wajar jika negara-negara maju sangat rakus untuk mengamankan pasokan energi dalam negerinya. Kapankah kita mempunyai kesadaran seperti itu? Jangan menjadi negara yang memalukan, apalagi negara ini mayoritas adalah muslim. Jika suatu saat nanti dikuasai kembali oleh negara, satu hal yang tak boleh terlupakan: penindakan korupsi yang menggerogoti ekonomi kita sejak dulu.


Jika elit negara Indonesia (yang notabene kebanyakan muslim) tak sigap dengan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kebutuhan energi Indonesia akan terlibas oleh kebutuhan energi negara-negara maju. Apalagi pada tahun 2020 yang akan datang diproyeksikan kebutuhan energi minyak akan dibutuhkan di banyak negara-negara maju (lihat grafis).

Jadi, intinya, persoalan di dunia saat ini adalah penguasaan sektor energi untuk keamanan roda ekonomi negara di dunia. Intinya, persoalan saat ini bukanlah masalah agama. Bukan pula soal Islam. Bukan soal teroris (terorisme kerjaan intelijen pro asing!). Tapi, soal energi! Bukan soal duit dari jualan sumber energi, tapi soal barang mentah dari sumber energinya!! (cedsos)

KISAH

Aku Tinggalkan Anak-anakku Demi Islam

E-mail Print PDF
Meski pedih, ia hancurkan rasa cinta kepada dua putranya tersayang, karena Kavita lebih memilih cintanya kepada Islam

Hidayatullah.com--Namaku dulu adalah Kavita, dan nama panggilanku Poonam. Setelah memeluk Islam, aku bernama Nur Fatima. Usiaku 30-an tahun. Tapi aku merasa baru berumur lima tahun, karena pengetahuanku tentang Islam tidak melebihi pengetahuan anak usia 5 tahun.

Aku dulu bersekolah di Mumbai, di sebuah sekolah yang cukup besar khusus untuk anak-anak dari keluarga bangsawan. Kemudian aku melanjutkan pendidikan ke Universitas Cambridge. Setelah menyelesaikan program master, aku mengambil banyak kursus komputer.

Aku menyesal, banyak gelar duniawi yang sudah diraih, tapi aku belum melakukan apapun untuk kehidupan akhirat. Sekarang aku ingin melakukan sesuatu untuk akhiratku.

Lingkungan tempat aku dibesarkan, adalah lingkungan Hindu ekstrimis yang sangat membenci Islam. Keluargaku bagian dari dari organisasi Hindu garis keras, Shiv Sena.

Aku menikah di Mumbai, dan memiliki dua orang putra. Bersama suami dan anak-anak, kami kemudian pindah ke Bahrain.

Aku memeluk Islam setelah menikah, tapi aku sudah tidak meyukai menyembah dewa-dewa pujaanku sejak aku beranjak dewasa. Aku ingat, suatu hari aku membuang sesembahanku ke kamar mandi. Ketika ibu menegur aku, kukatakan padanya bahwa benda-benda itu tidak bisa melindungi diri mereka sendiri. Jadi mengapa kita meminta berkah dari mereka, menyembah mereka. Apa yang bisa mereka berikan kepada kita?

Ada sebuah ritual di keluarga kami, jika seorang gadis sudah menikah, maka ia membasuh kaki suaminya, lalu meminum air basuhannya. Tapi aku menolak melakukan hal itu sejak hari pertama menikah. Karena itu aku dimarahi habis-habisan.

Ketika masih sendiri aku pernah mengikuti sekolah pendidikan guru, dan aku suka mengendarai mobil sendirian. Aku kadang mengunjungi sebuah Islamic Center terdekat. Di sana, aku mendengarkan pembicaraan orang, dan akhirnya mengetahui bahwa orang Islam tidak menyembah dewa.

Mereka tidak mencari karunia dari seseorang yang lain. Mereka tidak punya Baghawan. Aku suka cara pandang mereka. Pada akhirnya aku mengetahui, yang mereka sembah ternyata adalah Allah, Yang Mengurus segala sesuatu.

Aku terkesan sekali dengan shalat. Awalnya aku tidak tahu itu adalah cara orang Islam berdoa. Yang aku tahu orang Islam sering melakukannya. Dulu kusangka itu semacam olahraga. Aku baru mengetahui gerakan itu dinamakan shalat ketika mulai mengunjungi Islamic Center.

Aku sering bermimpi setiap kali tidur. Aku melihat ada sebuah ruangan persegi empat. Mimpi itu selalu mengganggu tidurku dan membuat aku terbangun dalam keadaan berkeringat. Ruangan yang sama selalu muncul dalam mimpi ketika aku tidur kembali.

Setelah menikah aku pindah ke Bahrain, tempat yang membantu aku memahami Islam dengan lebih baik. Karena itu adalah sebuah negara Muslim, maka aku dikelilingi oleh tetangga Muslim. Aku berteman dengan seorang Muslimah. Ia jarang mengunjungiku, tapi aku sering mengunjunginya.

Suatu hari ia melarang aku mengunjungi rumahnya, karena waktu itu bulan Ramadhan, bulan untuk beribadah. "Ibadahku terganggu karena kamu berkunjung ke rumah," begitu katanya.

Aku sangat ingin tahu tentang ibadah ritual yang dilakukan orang Islam. Oleh karena itu aku memintanya untuk tidak melarangku berkunjung ke rumahnya. Aku berkata, "Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Aku hanya akan melihat apa yang kamu lakukan. Aku tidak akan berkata apapun, dan hanya akan mendengar apa yang kamu baca." Maka ia pun tidak melarangku berkunjung ke rumahnya.

Ketika aku melihatnya sedang beribadah, aku tertarik untuk menirukannya. Kemudian aku bertanya padanya tentang "gerak badan" itu. Ia memberitahu, itu namanya shalat. Dan buku yang selalu ia baca, adalah kitab suci Al-Quran.

Aku berharap bisa melakukan semua yang ia lakukan. Aku pulang ke rumah dan mengunci diri dalam kamar. Aku meniru semua apa yang dilakukan temanku secara diam-diam, meskipun aku tidak tahu banyak mengenai hal itu.

Suatu hari aku lupa mengunci kamar dan melakukan shalat, ketika itu suamiku masuk. Ia bertanya, apa yang aku lakukan. Aku bilang, "Aku melakukan shalat." Ia pun berkata, "Apakah kamu masih waras? Kamu tahu apa yang kamu katakan?"

Awalnya aku ragu. Mataku terpejam dan ketakutan. Tapi tiba-tiba, aku merasa ada sebuah kekuatan besar dalam diriku, yang membuat aku berani untuk menghadapi situasi saat itu. Aku berkata bahwa aku sudah memeluk agama Islam, dan karena itu aku melakukan shalat.

Suamiku berseru, "Apa?! Apa kamu bilang? Coba kamu katakan sekali lagi?" Aku mengulangi ucapanku, sambil memberi tekanan, "Ya! Aku masuk Islam." Mendengar hal itu ia langsung memukuli aku.

Kakakku mendengar suara ribut-ribut dan mendatangi kami. Ia berusaha menyelamatkan aku. Tapi, ketika suamiku menceritakan semuanya, ia pun maju dan ikut memukuli aku.

Aku berusaha menghentikannya dengan berkata, "Kamu tidak perlu ikut campur. Aku tahu apa yang baik dan apa yang buruk buatku. Aku telah memilih jalanku."

Mendengar perkataanku itu, suamiku semakin naik pitam. Ia menyiksaku sedemikian rupa hingga aku tidak sadarkan diri.

Ketika itu semua terjadi, kedua putraku berada di rumah. Saat itu putra pertamaku berusia 9 tahun dan adiknya 8 tahun.

Tapi setelah peristiwa itu, aku tidak diperbolehkan bertemu siapapun. Aku dikurung dalam sebuah ruangan. Meskipun sebenarnya belum benar-benar memeluk Islam, tapi aku selalu mengatakan bahwa aku telah masuk Islam.

Suatu malam, ketika aku masih dikurung, putra sulungku datang dan menangis dalam pelukanku. Aku bertanya, kemana anggota keluarga yang lain. Ia bilang mereka semua pergi mengunjungi sebuah acara. Tak ada seorang pun di rumah. (Malam itu ada sebuah festival keagamaan).

Putraku minta agar aku kabur dari rumah, karena keluargaku akan membunuhku. Aku katakan padanya, bahwa hal seperti itu tidak akan terjadi. Mereka tidak akan menyakiti aku. Dan kukatakan pada putraku, agar ia menjaga dirinya sendiri dan juga adiknya.

Tapi ia terus memaksa dan memohon agar aku meninggalkan rumah. Aku berusaha membuatnya mengerti, jika aku pergi maka aku tidak bisa bertemu dirinya dan adiknya. Namun ia menjawab, aku akan bisa menemui mereka jika aku masih hidup. "Pergilah mama, mereka akan membunuhmu," katanya.

Akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Aku tak bisa melupakan peristiwa itu, ketika putra pertamaku membangunkan adiknya dan berkata, "Bangunlah. Mama akan pergi meninggalkan rumah. Temuilah ia sekarang, karena kita tidak tahu apakah kita akan berjumpa lagi dengannya atau tidak."

Itu pertama kali si bungsu melihatku setelah kami tak jumpa sekian lama. Ia mengusap-usap matanya ketika melihatku. Ketika aku mendekatinya, ia pun memelukku dan menangis tersedu-sedu. Anak-anak mungkin sudah mengetahui semuanya. Ia hanya berkata, "Mama akan pergi?" Aku hanya mengangguk, dan meyakinkannya jika kami akan bertemu lagi.

Aku merasa meremukkan cinta seorang ibu dengan kakiku. Di satu tangan aku menggenggam cinta anak-anakku, dan di tangan lain aku menggenggam cintaku pada Islam yang akan menggantikannya. Aku merintih dan memeluk erat anak-anakku. Aku berusaha menghancurkan cintaku pada mereka.

Luka-lukaku masih segar, aku tidak bisa berjalan. Namun aku berusaha untuk melakukannya.

Kedua putraku menyaksikan kepergianku malam itu, di malam yang gelap dan dingin. Mereka melambaikan tangan sambil menangis di pintu gerbang.

Aku tidak bisa melupakan saat-saat itu. Setiap kali aku mengingatnya, aku teringat orang-orang yang telah meninggalkan rumah dan keluarga mereka demi untuk Islam.

Setelah meninggalkan rumah, aku langsung menuju ke kantor polisi. Masalahku saat itu, mereka tidak mengerti bahasaku. Untungnya, seorang di antara mereka bisa berbahasa Inggris.

Saat itu aku sulit bernapas dan tidak bisa bicara karena gemetaran. Aku memintanya agar mengizinkanku beristirahat sampai aku bisa memulihkan keadaanku.

Tak lama kemudian aku pun pulih. Aku katakan padanya kalau aku meninggalkan rumah dan ingin memeluk Islam. Aku ragu-ragu untuk menceritakan semua kejadian yang sebenarnya. Namun polisi itu berusaha menenangkanku dan berkata bahwa ia seorang Muslim, ia akan membantuku semaksimal mungkin. Kemudian aku diajak pulang ke rumahnya dan diberi tempat menginap di sana.

Pagi harinya, suamiku mendatangi kantor polisi meminta bantuan. Ia mengatakan bahwa istrinya telah diculik. Tapi kemudian dikatakan kepadanya bahwa istrinya tidak diculik. Istrinya datang sendiri ke kantor polisi. Karena ia ingin memeluk Islam, maka suaminya tidak lagi memiliki hubungan dengannya karena berbeda agama. Jadi istrinya tidak boleh pergi dengannya.

Suamiku memaksa, dan mulai mengancam. Tapi aku sendiri menolak untuk pergi bersamanya. Aku mengatakan bahwa ia boleh mengambil semua perhiasanku, tabungan, dan rumah milikku. Tapi aku tidak akan pergi dengannya.

Awalnya ia tidak menyerah. Namun, karena melihat kegigihanku menolaknya, ia pun minta dibuatkan pernyataan tertulis bahwa ia mendapatkan semua harta bendaku.

Polisi yang menolongku berkata bahwa sekarang keluargaku tidak bisa menyakitiku lagi, dan aku bisa memeluk Islam. Aku berterima kasih padanya, lalu pergi ke rumah sakit, karena seluruh badanku penuh dengan luka.

Aku tinggal beberapa hari di rumah sakit. Suatu hari seorang dokter bertanya, "Dari mana asalmu? Tidak ada seorang anggota keluarga pun yang datang menjengukmu ke rumah sakit." Aku diam, tidak menjawab. Sebab aku meninggalkan rumah karena mencari satu hal. Dan sekarang aku tidak memiliki rumah atau keluarga. Yang aku miliki hanya Islam.

Polisi Muslim yang menolongku, ia memanggilku sebagai seorang saudara perempuan. Dan ketika aku berada di rumahnya, ia memperlakukanku seperti saudara kandungnya. Ia telah memberiku tempat berteduh di malam yang dingin, ketika aku kehilangan seluruh keluargaku. Aku tidak akan pernah melupakan jasanya.

Dan ketika aku berada di rumah sakit, aku bingung. Apa selanjutnya yang harus aku lakukan? Kemana aku harus mencari tempat berlindung yang aman.

Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung pergi ke Islamic Center. Saat itu tidak ada seorang pun, hanya ada seorang bapak tua yang sepertinya tinggal di sana. Aku menemuinya, dan kukatakan maksud kedatanganku. Sejenak ia merasa ragu, lalu berkata, "Nak, sari ini bukanlah pakaian seorang Muslimah. Pergi dan pakailah kerudung, tutupilah dirimu sebagaimana orang Muslim."

Aku mempunyai sisa uang yang kubawa ketika meninggalkan kantor polisi. Kubeli seperangkat pakaian dengan uang itu, lalu kembali ke Islamic Center.

Pak tua itu mengajariku cara berwudhu. Setelah aku berwudhu, ia membawaku ke sebuah ruangan. Ketika memasuki ruangan itu, aku melihat sebuah gambar tergantung di dinding. Aku terdiam, karena aku melihat ruangan seperti yang ada dalam mimpiku. Seketika aku berseru, "Ini yang sering aku lihat dalam mimpiku. Yang selalu mengganggu tidurku."

Pak tua tersenyum, ia berkata bahwa itu adalah rumah Allah. Muslim dari seluruh penjuru dunia datang ke rumah itu untuk melakukan haji dan umrah. Namanya Baitullah. Aku terkejut mengetahuinya. Aku pun bertanya, "Apakah Allah tinggal di sebuah rumah?" Ia menjawab, pertanyaan-pertanyaanku dengan senyum dan penuh perhatian. Sepertinya ia tahu banyak tentang Islam.

Aku tidak mengalami kesulitan berbicara dengannya. Ia menjelaskan setiap hal dalam bahasa ibuku. Aku merasakan kebahagiaan yang aneh saat itu.

Ia membimbingku mengucapkan syahadat. Kemudian menjelaskan tentang Muslim dan Islam. Setelah itu aku merasa tidak takut dan juga tidak ada beban dalam pikiranku. Aku merasa diriku sangat cerah. Rasanya seperti berenang di tempat kotor, lalu pindah ke dalam air yang jernih.

Pengelola Islamic Center itu mengangkatku sebagai anak, dan membawaku pulang ke rumahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikahkah aku dengan seorang Muslim. Keinginan pertamaku saat itu adalah melihat rumah Allah. Lalu aku pun pergi melakukan umrah.

Setelah aku memeluk Islam, aku tidak pernah kembali ke India, dan aku pun tidak ingin pergi ke sana. Keluargaku mempunyai hubungan dengan organisasi-organisasi politik dan Hindu di sana. Mereka bahkan telah menawarkan sejumlah uang untuk kepalaku.

Dulu aku diberitahu bahwa mujahidin adalah orang-orang yang suka menindas. Dan mereka sering melakukan penindasan melewati batas. Kami dibuat agar membenci mujahidin. Tapi sekarang aku telah mendapatkan kebenaran, dan aku mencintai mereka. Kuucapkan doa untuk mujahidin dalam setiap shalatku.

Aku juga berdoa kepada Allah, jika Ia mengaruniaiku dengan anak-anak laki-laki, aku akan sangat bahagia jika melihat mereka ada dalam barisan para mujahid. Aku akan mempersembahkan mereka untuk kejayaan Islam. Insya Allah.[di/iw/www.hidayatullah.com]

AKIDAH

Theosofi di Indonesia

Oleh : Redaksi 11 Nov, 08 - 7:35 pm

Oleh: Aris Hardinanto*
Sebagai orang yang berkepribadian dan mengaku nasionalis tentu di harapkan peka terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Bangsa yang secara de facto merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 ini sejatinya menyimpan banyak catatan misteri khususnya yang berkaitan dengan kegiatan keagmaan yang sejak abad-abad silam hidup di tengah masyarakat Indonesia. Ungkapan yang sering terdengar di telinga kita adalah perihal �Jas Merah� yang kurang lebih berarti �jangan sekali-kali melupakan sejarah�, yang berarti kita sebagai umat Islam harus selalu mendengungkan jargon �Iqra!!!� atau baca. Baca segala hal, baca situasi, dan baca sejarah. Kita juga sering mendengar pengalaman adalah guru yang paling baik.

Penulis sengaja mengangkat judul diatas karena menurut pribadi, hal diatas jarang sekali di jamah oleh masyarakat kita di karenakan kurangnya (dengan kesengajaan tentunya) bahan rujukan atau media informasi terhadap hal diatas.

Saya berani mengatakan kurangnya minat dan kajian terhadap ketiga hal diatas karena di antara masyarakat kita memang telah terjadi penutupan informasi secara terstruktur.

Theosofi dapat dikatakan masuk ke Indonesia mendompleng gerakan masyarakat atau biasa disebut �brotherhood� Freemasonry ketika menancapkan tiang pondasi di dalam keadaan politik Indonesia. Buku-buku yang membahas mengenai Theosofi ini pada awal decade 1950an sangat banyak di jumpai. Tentunya pembaca bertanya-tanya, apa itu Theosofi, di dalam penjelasan resmi mereka, yang di maksud Theosofi adalah sebuah badan kebenaran yang merupakan dasar dari semua agama, yang tidak dapat dimiliki dan dimonopoli oleh agama atau kepercayaan manapun. Theosofi menawarkan sebuah filsafat yang membuat kehidupan menjadi dapat dimengerti, dan Theosofi menunjukkan bahwa keadilan dan cinta-kasihlah yang membimbing evolusi kehidupan.

Ada 4 poin utama yang dapat kita ambil dari Theosofi tersebut, yaitu:
� Badan Kebenaran
� Dasar semua agama
� Tidak ada monopoli (kebenaran) dalam setiap agama
� Theosofi merupakan Filsafat

Dengan kata lain, Theosofi merupakan penyatuan seluruh kebenaran agama, yang kebenaran itu tidak dapat di tentukan oleh suatu agama secara khusus yang di jabarkan dalam bentuk filsafat, dengan kata lain terdapat peleburan terhadap nilai-nilai kebenaran suatu agama dan agama itu sendiri, mirip dengan paham pluralisme agama. Dapat kita ambil benang merah bahwa ide atau jargon yang di usung oleh Theosofi ini adalah mengenai Pluralisme agama, suatu faham yang sudah di cap sesat menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tokoh besar yang dianggap sebagai pencetus serta pemberi penerangan di dalam mempelajari Thesofi adalah H.P. Blavatsky dan Dr. Annie Besant . Perhimpunan Theosofi yang didirikan di kota New York (Amerika) pada 17 November 1875 oleh Blavatsky, merupakan suatu badan internasional yang tujuan utamanya adalah Persaudaraan Universal berdasarkan realisasi bahwa hidup, dalam berbagai bentuk yang berbeda, manusia dan non-manusia, merupakan kesatuan yang tidak terbagi. Di Indonesia pada tahun 1909, dalam Kongres Theosofi di Bandung, jumlah anggota Theosofi adalah 445 orang (271 Belanda, 157 Bumiputera, dan 17 Cina). Dalam Kongres itu juga disepakati terbitnya majalah Theosofi berbahasa Melayu �Pewarta Theosofi� yang salah satu tujuannya menyebarkan dan mewartakan perihal usaha meneguhkan persaudaraan. Pada tanggal 15 April 1912, berdirilah Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging (NITV), yang diakui secara sah sebagai cabang Theosofi ke-20, dengan Presidennya D. van Hinloopen Labberton. Tahun 1915, dalam Kongres Theosofi di Yogyakarta, jumlah anggotanya sudah mencapai 830 orang (477 Eropa, 286 bumiputera, 67 Cina).


Dalam menjalankan usahanya Theosofi di Indonesia membuat wadah untuk para angotanya yang di sebut dengan Perwathin. Persatuan Warga Theosofi Indonesia (PERWATHIN) di dirikan pada tangal 31 Juli 1963, telah disahkan sebagai Badan Hukum oleh Pemerintah dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tgl. 30 Nopember 1963 No. J.A./146/23 dan terakhir ditambah sesuai dengan Penetapan Menteri Kehakiman tgl. 7 Desember 1971 No. J.A. 5/203/5 Berita Negara No. 22 tahun 1972 Tambahan Berita Negara R.I tanggal 7 Januari 1972 No. 2.

Sebenarnya sebelum Perwathin berdiri, pada tahun 1963, lebih tepatnya sesuai dengan Keppres No. 54 1963 sebuah perhimpunan cikal bakal Theosofi dan Perwathin yang bernama P.T.T.I (Perhimpunan Theosofi Tjabang Indonesia) telah resmi dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan telah di bubarkan oleh presiden Indonesia kala itu, Ir. Sukarno. Tetapi dengan merubah serta mengganti AD serta ART mereka sekarang mereka sudah legal kembali, walaupun inti ajarannya sama dengan ajaran P.T.T.I 1963. Sangat di sayangkan Keppres no. 264 Tahun 1962 telah di cabut pula oleh (mantan) presiden Indonesia Abdurrahman Wahid karena dirasa bertentangan dengan UUD 1945. padahal jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945.

Mengapa dapat dikatakan sama antara ajaran P.T.T.I yang merupakan organisasi terlarang dengan Perwathin? Karena memang di dalam pengantar ke dalam alam Theosofi, buku yang dipergunakan adalah beberapa buku terbitan P.T.T.I.

Gerakan Theosofi, seperti dirumuskan di dalam Majalah Theosofi di Indonesia, mempunyai tujuan:

  1. Membentuk suatu inti persaudaraan universal kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan ras (bangsa), kepercayaan, jenis kelamin, kasta, ataupun warna kulit,

  2. Mengajak mempelajari perbandingan agama-agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan,

  3. Menyelidiki hukum-hukum alam yang belum dapat diterangkan, dan menyelidiki tenaga-tenaga yang masih tersembunyi dalam manusia. (Anggaran Dasar Pasal 2)


Di dalam mainstream Theosofi dapat kita temukan indikasi relativisme dalam ajaran Theosofi, yaitu:

Perhimpunan Theosofi tidak memaksakan dogma/kepercayaan apapun pada anggota-anggotanya, yang disatukan karena pencarian kebenaran dan keinginan untuk belajar tentang makna dan tujuan eksistensi dengan melibatkan diri dalam studi perenungan, kemurnian hidup dan pengabdian dengan penuh kasih.

Penyatuan dari semua unsur agama inilah yang sangat berbahaya, kebenaran suatu agama memang menurut persangkaan umat, tetapi harus di ingat bahwa di dalam agama itu sendiri terdapat ranah �aqidah� yang tidak bisa di utak-atik atau di rombak karena memang itu merupakan harga mati. Kita dapat ambil contoh mudah berikut ini:

وَقَوۡلِهِمۡ إِنَّا قَتَلۡنَا ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَـٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡ‌ۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِى شَكٍّ۬ مِّنۡهُ‌ۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّ‌ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا (١٥٧

Dan Karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Utusan Allah padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi diserupakan bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang hal itu, benar-benar dalam keragu-raguan tentangnya. Mereka tidak mempunyai keyakinan kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak yakin telah membunuhnya (Q.S. An Nissa 157)

Coba kita masukkan poin sanggahan Al Quran tersebut kedalam versi penyaliban Kristen, tentu tidak akan ketemu nilai universalnya. Al Quran tanpa embel-embel jelas mengatakan bahwa Isa atau orang Kristen sebut Yesus, tidak mati di salib, sedangkan di dalam Perjanjian Baru berhamburan ayat mengenai kematian Yesus yang di bumbui dengan teriakan Yesus: �Eli, Eli, Lama Sabachtani� yang berarti �Allahku, Allahku Mengapa Engkau Meninggalkanku?�, sekarang nilai universal apa yang kita dapat dari sisi aqidah?. Dan bagaimana menjelaskan aqidah secara filsafat?

Pada Mei 2008 yang lalu, Theosofi telah melaksanakan kongres di Solo, Jawa Tengah. Satu hal yang menarik dari Theosofi ini adalah perihal terdapatnya lambang Israel atau bintang David pada logo Theosofi Indonesia dan Internasional, kita adapat lihat lambang tersebut sebagai berikut:


Sebuah pertanyaan mungkin mengusik pembaca, mengapa lambang Israel atau Yahudi bisa berada pada logo Theosofi, perihal hal ini, di dalam Majalah Bulanan Theosofi Indonesia yang di terbitkan oleh Persatuan Warga Theosofi Indonesia (Perwatin) Jakarta, ditemukan penjelasan terhadap hal ini, menurut mereka maksud dari lambang yang mirip dengan lambang bendera Israel tersebut adalah:

Gambar segi tiga tersebut saling menjalin, untuk menunjukan adanya kesatuan roh dan zat, sifat kebapaan dan keibuan. Yang menunjukan keadaan keatas melambangkan api atau roh, sedangkan yang menunjukan kebawah kiasan air atau zat. Sifar serba tiga ganda dari segitiga yang bergelombang itu menerangkan adanya kehidupan, pengamatan, kebahagiaan atau kemauan, pengetahuan, kegiatan atau penciptaan, pemeliharaan, permusuhan.

Sisi-sisi ketiga itu sama panjang, karena di dalam Tritunggal ini tidak satupun yang lebih terkemuka, lebih agung atau kurang dari lainnya. (Majalah Theosofi, 8 Januari 1990, hal. 8)


Mungkin ada yang membantah dengan mengemukakan argumen, lambang segitiga sama sisi tersebut sudah ada sebelum Negara Israel berdiri, mana mungkin Theosofi dapat mengambil lambang tersebut, padahal secara logika jelas-jelas Theosofi berdiri terlebih dahulu dari Negara Israel, terhadap argumen yang di keluarkan secara emosional ini, kami hanya dapat bertanya balik, Mengapa Freemasonry yang telah berdiri sebelum Theosofi menggunakan lambang segitiga sama sisi tersebut di dalam loge-loge mereka? Penulis mempersilahkan para pembaca agar menjawabnya berdasarkan fakta dan data.

Seharusnya para anggota Theosofi dapat menjelaskan secara gamblang tentang apa yang dimaksud dalam �Nilai Universal� yang di jargonkannya, karena di dalam agama terdapat ranah aqidah, ibadah, dan muamalah. Andaikata jawaban dari Theosofi adalah Nilai Universal dalam ranah Muamalah, maka mengapa Theosofi menggunakan pengertian �badan kebenaran yang tidak di miliki setiap agama�, bukankah setiap agama mempunyai tata cara dalam bermuamalah?, andaikata yang dimaksud dalam hal Nilai Universal beribadah, ini merupakan suatu penjelasan yang tidak dapat di sifati sebagai Universal, sebab tata cara beribadah dan pengertian ibadah antara suatu agama dengan agama lainnya tidak sama dan tidak mungkin dipersamakan, kecuali yang di maksud dengan �badan kebenaran� tersebut adalah sebuah agama baru. Dan mungkin kita adapat bertanya, apakah maksud motto �Tiada Religi Yang Mengatasi Kesunyataan�?

Tak dengan Theosofi, Indonesiapun pernah di jelajahi oleh sebuah gerakan yang katanya mengusung kemanusiaan dalam melaksanakan Terang dunia, yaitu Freemasonry (Tarekat Mason Bebas atau Vrijmetselarij atau bahasa kerennya Loge Agung Indonesia) yang akhirnya menurut Keppres no. 264 Tahun 1962 dianggap sebagai organisasi keagamaan terlarang.
*pemerhati masalah kajian Agama Semitik, dapat di kontak di email: aris@swaramuslim.com

Link :
- http://theosofi-indonesia.com/
- http://www.theosociety.org/
- http://www.blavatsky.net/
- Cek situs Ahmad Dhani http://www.libforall.org/programs-indo-gus-galih.html
- Theosophist Magazine 1950

ARTIKEL DIATAS ADALAH BAGIAN DARI GALERY

AJARAN KAFIRISASI


cek di swaramuslim.com/galery/kafirisasi/index.php

HATI YANG BERSIH

Menjinakkan Hati yang Liar

E-mail Print PDF
Ramadhan, mestinya bisa membuahkan pribadi yang mampu menahan diri. Karena dalam puasa, kita dilatih mengendalikan hawa nafsu

Hidayatullah.com--Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) tengah berada di masjid. Saat itu, beliau dikelilingi para sahabatnya. Tidak berapa lama, seorang Badui (penduduk Arab pegunungan) datang dan meminta barang-barang berharga dari beliau.

Sambil berdiri, Si Badui menyampaikan hajatnya. Nabi memberinya sesuatu ala kadarnya. Namun Si Badui merasa kurang. Tidak hanya itu, bahkan berkata kasar dan keji terhadap Nabi. Menyaksikan pemandangan tersebut, para sahabat naik pitam. Mereka nyaris bertindak kasar terhadap orang yang tak tahu sopan itu. Untunglah, Nabi cepat mencegah aksi mereka.

Esoknya, Nabi mengajak Si Badui itu ke rumahnya, dan menambahkan sejumlah pemberian lain untuknya. Hari itu, Si Badui menyaksikan dari dekat keadaan Nabi yang ternyata tidak sama dengan keadaan pemimpin-pemimpin lain yang pernah dilihatnya. Di rumah Nabi, dia tidak mendapati harta yang banyak. Melihat itu, Si Badui merasa cukup dan mengucapkan rasa terimakasihnya kepada Nabi.

Di lain hari, Badui ini kembali datang ke masjid. Di depan para sahabat yang nyaris bertindak kasar kepadanya, Badui ini menyampaikan sekali lagi rasa terimakasihnya kepada Nabi. Menyaksikan perubahan besar sikap Badui itu, semua sahabat tertawa.

Rasulullah SAW kemudian menghadap sahabat-sahabatnya dan berkata: “Antara aku dan orang semacam ini bagaikan seorang yang terlepas untanya dari pemiliknya. Semua orang mengejar unta itu sambil berteriak, tapi unta itu justru terus berlari semakin jauh. Kemudian pemilik unta itu berkata: ’Aku lebih tahu bagaimana harus menjinakkan unta itu. Kalaulah kemarin aku biarkan kalian bertindak sesuka hati tentu Si Badui ini bisa mati dalam keadaan yang celaka (keadaan kufur). Tapi aku larang kalian, dan aku menjinakkannya dengan lemah lembut dan kasih sayang.”

Menghadapi orang yang berhati liar, kurang ajar, apalagi kelewat atas, sering kita terpancing marah dan reaktif. Terasa nyeri di dada yang tak tertahankan untuk diledakkan. Itu pula yang dirasakan sebagian sahabat. Begitu Badui mengata-ngatai dengan kasar kepada Nabi, mereka terpancing berbuat kasar, guna memberi pelajaran setimpal. Namun, Nabi telah memberikan pelajaran kepada kita dengan tindakan yang lebih patut kita teladani: menjinakkan hati yang liar.

Menahan Diri

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata tidak mudah menyikapi orang yang liar dan memancing marah seperti itu. Emosi yang meluap membuat kita bertindak spontan tanpa pikir panjang. Rasanya, saat itu tak ada pilihan lagi kecuali melampiaskan kemarahan hingga terpuaskan.

Benarkah demikian? Sesaat setelah melepaskan amarah, boleh jadi jiwa terasa enteng, dan lega. Kenyataannya, bersikap dan bertindak emosional bukan menyelesaikan masalah, tapi malah membuat keadaan semakin keruh. Masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara sederhana, justru semakin rumit.

Untuk merespon tindakan bodoh orang lain, tidak perlu emosional. Cara paling tepat adalah menahan diri. Dengan menahan diri, emosi yang berkecamuk akan reda. Pikiran yang semula keruh berangsur jernih. Air kolam jiwa, yang semula bergolak dan keruh, akan berangsur tenang dan teduh. Bukankah kita hanya bisa bercermin diri pada air yang tenang? Persoalan yang ada, bisa kita lihat apa adanya, bukan dikotori perasaan kita yang sedang berkecamuk itu.

Pada kenyataannya, kemampuan menahan diri akan banyak menyelesaikan masalah. Mereka yang mampu menahan diri, lebih sukses dalam profesi maupun kehidupan sehari-hari daripada yang reaktif. Mereka bisa menjalin komunikasi dengan orang lain lebih selaras dan harmonis.

Kalau dahulu orang gandrung dengan IQ (kecerdasan intelektual), sekarang bergeser pada EQ (kecerdasan emosi). Bahkan tren terakhir, ada kecerdasan yang lebih menentukan lagi, yaitu SQ (kecerdasan spiritual). Rasul dalam teladan di atas menggambarkan bagaimana beliau amat cerdas secara emosional dan spiritual. Bagaimana kita bisa menjadi orang yang terkendali seperti beliau?

Ramadhan, mestinya bisa membuahkan pribadi yang mampu menahan diri. Karena dalam puasa, kita dilatih mengendalikan hawa nafsu. Saat ada orang yang memancing kemarahan, Rasul memberikan tuntunan; katakanlah: “Sesungguhnya saya orang yang berpuasa.” Kita tidak melayaninya dengan emosional tetapi bersikap sabar dan teguh. Tidak reaksioner. Inilah puasa yang diajarkan Rasul. Tidak sekedar menahan makan dan minum, tetapi juga menahan segala sikap dan perilaku yang tidak senonoh.

Berbahagialah orang yang telah meraih buah puasa ini. Karena dia menjadi insan unggul yang memiliki kecerdasan emosional itu. Dan itulah salah satu wujud nyata dari takwa.

(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imron [3]: 134).

Tindakan Kasih Sayang

Secara fitrah, setiap orang memiliki potensi nilai-nilai kasih sayang. Cobalah bersikap tenang dan rileks. Maka respon kita terhadap sekeliling kita akan dengan mudah bisa memancarkan sifat kasih ini. Dengan bibir tersenyum, nilai kasih sayang itu serasa mengalir begitu saja. Kita terasa ringan menolong sesama dan menikmatinya. Seperti suasana Idul Fitri, dalam keadaan tenang dan jernih nilai-nilai fitrah kasih sayang itu terasa mudah mengalir dan menyegarkan suasana. Orang dengan mudah berlapang dada saling bermaaf-maafan.

Tapi, kita tidaklah selalu menghadapi keadaan yang kondusif seperti itu. Hidup ini adalah ujian dengan segala persoalannya. Di sinilah dinamika hidup nan dinamis. Tiba-tiba muncul di depan kita persoalan yang menyulut amarah. Dalam keadaan demikian itu, apakah kita masih bisa tetap bertindak dengan kasih sayang? Saat demikian inilah kualitas diri kita sedang diuji. Asalkan hati ini tetap tenang dan dapat menahan diri, kita masih bisa melihat dasar fitrah hati. Namun kalau hati bergolak, tentu akan membuatnya keruh. Yang tampak adalah endapan kotoran emosi. Itulah yang akhirnya meledak tidak karuan.

Pengalaman dan kesan selama latihan menahan diri dalam Ramadhan, dapatlah kita jadikan sebagai bekal meniti perjalanan hidup lebih bermakna. Menghadapi persoalan lebih tenang dan jernih. Terbukti cara Rasulullah menghadapi Si Badui dengan tenang dan kasih sayang, bisa menjadi alternatif tindakan yang lebih baik dari pada membalasnya dengan kasar. Rasul justru mengundangnya ke rumah dan memberi Badui itu segala keperluan meskipun saat itu sebenarnya beliau tidak banyak harta yang dimiliki.

Percayalah, sekeras- keras orang, dalam lubuk hatinya masih bisa menangkap pancaran kasih sayang. Begitu menangkap pancaran kasih sayang itu, tali kecapi hati mereka akan tersentuh. Fitrah kasih sayang dalam hati mereka pun tergetar. Kisah di atas telah memberikan gambaran yang sangat jelas. Badui yang semula bertindak kasar itu menjadi luluh. Pancaran kasih sayang dari hati Nabi itu telah menjinakkan hati yang liar itu. [Hanif Hannan/SAHID/www.hidayatullah.com]