Minggu, 23 Agustus 2009

MARAH

Redam Marahmu, Raih Surgamu!

E-mail Print PDF
Marah tidak menyalahi undang-undang dan Hak Asasi Manusia (HAM). Tetapi justru bisa menggelincirkan kita ke neraka!

Hidayatullah.com--Huh, sebel!,” kalimat seperti itu, mungkin sering juga terjadi diantara kita semua. Sebel, dongkol dan marah. Entah kepada saudara, anak, teman, antara atasan dan bawahan kita di kantor atau antara pembantu dan majikan.

Bahkan terkadang pula, kemarahan yang kita keluarkan tidak dengan cara-cara semestinya dan jauh diluar kewajaran. Mengumpat, mengeluarkan kata-kata kotor, mencela, menghina, atau bahkan mengeluarkan aib seseorang yang sedang kita jadikan sasaran kemarahan kita.

Sebagian orang mengatakan marah adalah manusiawi. Karena marah adalah bagian dari kehidupan kita. Tapi siapa sangka, sifat marah justru menimbulkan penyakit. Bahkan yang lebih bahaya, marah justru mendapat ancaman neraka. Masyaallah!

Nah, baru-baru yang lalu, seorang peneliti dari Yale University di New Heaven, Connecticut (AS) mengatakan, akibat marah seseorang bisa mengalami serangan jantung. Ini setelah irama organ tubuh vital ini berdetak terlampau cepat atau dengan ketinggian mematikan. Akibat kemarahan itu, jantung berhenti mensirkulasi darah yang bisa membuat si pemilik jantung meninggal secara tiba-tiba.

“Kondisi tersebut diperlihatkan dalam cara berbeda saat Anda berada dalam kondisi tertekan yang memicu kematian mendadak,” kata dr Rachel Lampert.

Lampert dan kolega-koleganya melakukan riset terhadap 62 pasien jantung dan menggunakan alat getar jantung yang dilekatkan ke tubuh mereka atau disebut ICD. ICD bisa mendeteksi irama jantung atau “arrhythimia”, yang mengantarkan kejutan listrik guna memulihkan detak jantung normal.

Tapi mengapa orang marah mudah terkena penyakit? Itu karena di dalam darah orang marah terkandung banyak hormon adrenalin, hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal ini akan dilepaskan ke dalam darah ketika ada rangsangan emosi. Akibatnya ya itu tadi, denyut jantung akan bertambah cepat dan tekanan darah meninggi, keadaan ini yang mengakibatkan penyakit mudah datang.

Jika marah menimbulkan tekanan jantung sih mungkin bisa dimaklumi. Tapi jika marah bisa diancam dengan neraka, itu kelewat seram dan mengerikan. Tapi itu memang benar.

Dari Abu Hurairah, diceritakan, suatu hari ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata;

عــن أبـي هـريـرة رضي الله عــنـه ، أن رَجُــلاً قـــال للـنـبي صلى الله عـلـيـه وعلى آله وسـلـم:

أَوْصِــنِي .قال :( لاَ تَغْضَبْ ) فَرَدَّدَ مِرَارًا ، قال : ( لاَ تَغْضَبْ
رواه البخاري [ رقم : 6116 ].

(Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat kepada saya. ” Rosulullah bersabda, “Jangan marah!” Kemudian orang itu mengulang-ulang permintaannya. Rasulullah tetap menjawab, “Janganlah marah!).”[HR Bukhori]

Amarah adalah karunia Allah. Yang jadi masalah adalah, bagaimana marah yang bisa membawa barokah dan bagaimana yang mendatangkan malapetaka. Kata Rasulullah, amarah itu seperti jadam yang merusak manisnya madu. Sekuat apapun keimanan seseorang kalau dia pemarah bisa merusak keimanannya.

Sebagian kita memiliki beberapa karakter menyangkut kemarahan. Ada yang lambat marahnya, ada pula yang cepat marahnya alias tipe ‘sumbu pendek’. Ada pula yang mudah marah tapi ia mudah reda. Sebaliknya ada pula yang memiliki sifat tidak mudah menghapus amarah alias lama dan tak gampang reda jika marah. Bahkan sampai-sampai terbawa dendam. Yang terakhir ini adalah sifat paling buruk. Sifat yang paling baik adalah lambat marahnya dan cepat redanya.

Allah tak segan memberi ganjaran luar biasa di neraka bagi orang-orang yang suka marah. Sebaliknya, akan memberi hadiah setimpal berupa surga bila ia bisa menahan dan mengendalikan amarah nya. “Laa tahdzab wa lakal jannah,” kata Rasulullah. (Janganlah marah bagimu surga).[HR. Buhari].

Menahan diri

"Dari Mu'adz bin Anas Al Juhani, Rasulullah bersabda : "Barang siapa yang menahan amarahnya sedangkan ia mampu untuk mewujudkannya, Allah akan menyebutkan dan memujinya pada hari kiamat kelak di hadapan seluruh makhluk, hingga dia diberi pilihan untuk mengambil bidadari mana saja yang ia kehendaki" [HR. Tarmidzi , Abu Daud dan Ibnu Majah].

Tak ada manusia yang tak memiliki sifar amarah berapapun kadarnya. Hanya saja, seberapa jauh, masing-masing memiliki kemampuan menahan dan mengendalikannya. Rasulullah mengatakan, orang yang dapat menahan amarahnya, maka Allah akan menjauhkannya dari murka-Nya.

Sang Hujjatul Islam, Syeikh Imam al-Ghazali, dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin nya pernah berkata, “Barangsiapa tidak marah, maka ia lemah dari melatih diri. Yang baik adalah, mereka yang marah namun bisa menahan dirinya.”

Nah, kepada mereka yang mampu menahan rasa marah, Rasulullah mengatakan, “Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi].

Salah satu cara menahan amarah adalah dengan diam. Rasulullah pernah berkata, “Bila seorang dari kamu sedang marah hendaklah diam.” [HR. Ahmad].

Cara lain menahan amarah kata Rasulullah adalah membaca ta`awudz: “Inni La a’lamu kalimatan, lau qaa lahaa dzahaban anhu, maa yajidu, lau qaa la: A’uddzu billahi minasy syaithonir rojim.” (Saya tahu suatu kalimat yang jika diucapkan seseorang, tentulah akan dapat memadamkan nafsu amarahnya. Yaitu, A’uddzu billahi minasy syaithonir rojim). [al hadits]

Tips Menghindari Amarah

1. Nabi menganjurkan membca ta`awudz. “A’uddzu billahi minasy syaithonir rojim.” [Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk).

2. Diam atau tak bicara guna menjaga ucapan kita. “Apabila diantara kalian marah maka diamlah.” Beliau ucapkan tiga kali. [HR. Ahmad] )

3 . Berwudu. "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu diciptakan dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila di antara kalian marah, berwudulah" (H.R. Ahmad). [www.hidayatullah.com]

KEENGGANAN

Membendung Permusuhan Kaum Kafir PDF Cetak E-mail
Wednesday, 16 July 2008

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (TQS Ali Imran [3]: 118)

Dalam pertarungan apa pun, pengetahuan tentang siapa yang menjadi lawan tanding sangat diperlukan. Demikian juga penyikapan yang tepat terhadapnya. Apabila hal itu tidak dimiliki, tentu akan berakibat fatal. Bayangkan jika kita memiliki seorang musuh yang sangat membenci kita, namun justru kita anggap sebagai teman kepercayaan. Karena dianggap sebagai teman, berbagai rahasia pun kita beritahukan kepadanya. Akibatnya sudah bisa diduga. Musuh itu akan lebih mudah menikam dan mengalahkan kita.

Sebagai dîn yang sempurna, Islam tidak alpa memberitahukan hal itu kepada umatnya. Dalam beberapa ayat diberitakan bahwa musuh umat Islam adalah Iblis dan para pengikutnya, yakni kaum kafir. Mereka tak henti-hentinya memerangi Islam dan Umatnya. Mereka juga amat senang jika kaum Muslim ditimpa krisis dan bencana. Besarnya kebencian mereka sudah tak terkira.

Realitas tersebut mengharuskan mereka diper-lakukan sebagai musuh. Mereka tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin, pelindung, dan orang dalam yang mengetahui berbagai rahasia penting kaum Muslim. Cukup banyak al-Quran yang menegaskan perkara tersebut. Di antaranya adalah QS Ali Imran [3]: 118.

Tidak Boleh Dijadikan Sebagai Bithânah

Allah SWT berfirman: Yâ ayyuhâ al-ladzîna âmânû lâ tattakhidzû bithânat[an] min dûnikum (hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu). Seruan ayat ini ditujukan kepada kaum Mukmin. Sehingga, dhamîr mukhâthab (kum, kalian) pada frasa min dúnikum menunjuk kepada orang-orang Mukmin. Oleh karena kata dûna bermakna ghayru (selain), maka pengertian min dúnikum sebagaimana dijelaskan al-Razi dan al-Khazin-- mencakup semua orang nonmuslim atau kafir, baik Yahudi, Nasrani, musyrik, maupun munafik. Penjelasan senada juga disampaikan oleh mufassir lainnya, seperti al-Thabari, al-Alusi, Ibnu Katsir, al-Baidhawi, Ibnu 'Athiyyah, al-Syaukani, al-Jazairi, dan lain-lain dalam kitab tafsir mereka.

Ditegaskan dalam ayat ini, kaum Muslim dilarang menjadikan orang-orang kafir atau munafik itu sebagai bithânah. Al-Qurthubi dan al-Khazin menerangkan, sebutan bithânah dikhususkan bagi orang yang mengetahui hakikat perkara rahasia. Menurut al-Jazairi bithânah al-rajul berarti orang-orang yang mengetahui hakikat perkara yang disembunyikan dari pandangan manusia karena adanya suatu kemaslahatan.

Al-Zujjaj menyatakan, kata al-bithânah dalam ayat ini bermakna al-dukhalâ' (orang-orang dalam) yang dibukakan pintu lebar bagi mereka dan mereka pun bisa mengetahui hakikat perkara yang sebenarnya. Ibnu Katsir juga memaparkan bahwa al-bithânah adalah orang-orang yang bisa mengamati perkara-perkara rahasia yang harus disembunyikan di hadapan musuh.

Tipologi demikian terdapat pada sahabat karib atau teman kepercayaan. Oleh karena itu, sebagaimana dinyatakan al-Thabari dalam tafsirnya, ayat ini melarang kaum Muslim menjadikan orang-orang kafir sebagai akhillâ wa ashfiyâ' (sahabat dan teman dekat). Di samping kawan dekat, menurut al-Baghawi juga menjadi auliyâ' (para wali: pelindung, penolong, pembantu, dsb).

Memberikan izin resmi bagi intelejen kafir untuk melakukan kegiatan spionase terhadap kaum Muslim bisa dimasukkan larangan ayat ini. Sebab, pemberian izin itu berarti mempersilakan mereka mengetahui berbagai perkara rahasia kaum Muslim.

Menginginkan Keburukan

Selanjutnya Allah SWT menerangkan penyebab larangan tersebut. Allah SWT berfirman: lâ ya'lûnakum khabâl[an] ([karena] mereka tidak henti-hentinya [menimbulkan] kemudaratan bagimu). Al-Alusi dan al-Baghawi menjelaskan bahwa kata al-khabâl berarti al-syarr wa al-fasâd (keburukan dan kerusakan). Menurut al-Syaukani, makna al-khabâl adalah kerusakan dalam perbuatan, badan, dan akal.

Dengan demikian, kaum kafir senantiasa menempuh berbagai upaya dan strategi mereka untuk menimbulkan keburukan, kerusakan, dan bencana bagi kaum Muslim. Kerusakan yang ditimbulkan itu, kata al-Jazairi dalam Aysar al-Tafâsîr, bersifat menyeluruh, baik dalam urusan dîn maupun urusan dunia.

Dalam perkara dîn, mereka berupaya keras memurtadkan umat Islam dari agama mereka (lihat QS al-Baqarah [2]: 217, Ali Imran [3]: 98-100). Mereka tidak rela selama kaum Muslim belum mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120). Sehingga mereka pun giat mempropagandakan sekularisme, liberalisme, pluralisme, HAM, dan berbagai ide kufur lainnya kepada kaum Muslim; mendukung dan mensponsori ide sesat semacam Islam Liberal, Ahmadiyyah, dll; mengekspor gaya hidup bebas, seperti perilaku free sex; menghalangi terbitnya UU Antipornografi, dsb. Itu semua mereka lakukan untuk merusak aqidah kaum Muslim.

Dalam perkara dunia, mereka menjalankan berbagai langkah untuk menjarah kekayaan kaum Muslim. Mereka menekan rezim di negeri Muslim untuk memberlakukan sistem ekonomi liberal. Dengan sistem ekonomi tersebut, akan lebih mudah bagi mereka menguasai tambang-tambang di negeri-negeri Muslim. Akibatnya, kaum Muslim hidup miskin meskipun memiliki kekayaan alam melimpah ruah. Mereka juga memaksakan utang hingga kaum Muslim terperangkap dalam hegemoni mereka. Ini semua menunjukkan bahwa kaum kafir itu memang benar-benar memusuhi Islam dan umatnya.

Permusuhan mereka terhadap kaum Muslim kian jelas dengan firman Allah SWT selanjutnya: waddû mâ anittum (mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu). Al-Zamakhsyari menerangkan, kata al-'anat berarti syiddah al-dharar wa al-masyaqqah (bahaya dan kesulitan yang amat besar). Itu artinya, kaum kafir itu amat menyukai umat Islam ditimpa kesulitan dan kemudaratan besar. Sebaliknya, mereka tidak rela jika kaum Muslim mendapatkan kemenangan, keberhasilan, dan kebahagiaan.

Dengan sepak terjang demikian, wajarlah jika mereka tidak boleh dijadikan sebagai orang dalam, orang yang mengetahui rahasia-rahasia kaum Muslim. Jika larangan itu dilanggar, yakni kaum kafir dijadikan sebagai orang dalam atau teman kepercayaan, maka akan mamudahkan bagi mereka mengalahkan umat Islam.

Besarnya Kebencian Mereka

Selanjutnya Allah SWT memberitakan tentang besarnya kebencian dan permusuhan mereka terhadap Islam dan umatnya. Allah SWT berfirman: Qad badat al-baghdhâ' min afwâhihim (telah nyata kebencian dari mulut mereka). Al-Syaukani menyatakan, kata al-baghdhâ' berarti syiddah al-buhgdh (kebencian yang amat besar). Ini berarti, besarnya kebencian mereka sudah tampak pada ucapan-ucapan yang keluar dari mulut mereka.

Dalam beberapa ayat, al-Quran memberitakan ucapan kebencian kaum kafir ini. Mereka menghina Rasulullah saw sebagai majnûn, orang gila. Penghinaan mereka itu disitir Allah SWT dalam firman-Nya: Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.” (TQS al-Hijr [15]: 6). Lihat juga dalam QS al-Shaff [37]: 36, al-Dukhan [44]: 14. Mereka tidak hanya mendustakan al-Quran, namun juga melecehkannya. Wahyu yang diturunkan Allah SWT mereka sebut sebagai asâthîr al-awwalîn, dongengan orang-orang yang dahulu (lihat QS al-Muthaffifin [83]:13).

Sebagaimana terhadap Nabi dan kitabnya, mereka juga melecehkan kaum Muslim. Allah SWT berfirman: Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat" (TQS al-Muthaffifin [83]: 29- 32)

Penghinaan itu terus berlangsung hingga kini. Di antara mereka ada yang melecehkan al-Quran sebagai The Satanic verses, Ayat-ayat Setan. Lainnya menyatakan, al-Quran merupakan sumber kekerasan dan terorisme. Ada pula yang menghina Rasulullah saw dalam bentuk kartun. Dalam kartun itu, Rasulullah saw digambarkan sebagai teroris yang menyelipkan bom di sorbannya. Ada pula yang menyebut Islam sebagai the satanic ideology, ideologi syetan.

Semua ucapan itu menunjukkan betapa besar kebencian mereka terhadap Islam dan umatnya. Meskipun demikian, kebencian yang tampak dalam ucapan mereka itu masih belum seberapa. Kebencian sesungguhnya yang terpendam dalam hati mereka jauh lebih besar. Allah SWT berfirman: wa mâ tukhfî shudûruhum akbar (dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi).

Setiap orang mungkin dapat menyimpan rahasia dalam dadanya sehingga orang lain tidak mampu mengetahuinya. Namun tidak ada yang tersembunyi bagi Allah SWT. Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, termasuk segala rahasia yang tersimpan dalam dada manusia (lihat QS al-Taghabun [64]: 4). Dalam ayat ini Allah SWT menguak isi hati mereka. Bahwa kebencian yang mereka sembunyikan dalam dada mereka jauh lebih besar dari apa yang telah mereka ucapkan.

Kemudian Allah SWT berfirman: Qad bayyannâ lakum al-âyâti in kuntum ta'qilûn (sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya). Ditegaskan bahwa larangan menjadikan kaum kaum kafir sebagai orang dalam dan teman kepercayaan itu adalah Allah SWT melalui ayat-ayat-Nya. Demikian juga yang menyingkap jati diri kaum kafir yang penuh dengan kebencian dan permusuhan terhadap Islam dan umatnya.

Karena larangan dan berita itu itu berasal dari Allah SWT, dapat dipastikan kebenarannya. Maka selayaknya dipatuhi. Yakni tidak menjadikan musuh-musuh Islam itu sebagai pemimpin, orang dalam, dan teman kepercayaan kalian. Itu adalah tindakan yang pantas dan masuk akal. Sebaliknya, betapa ironinya jika kita menjadikan orang yang membenci, memusuhi, dan memerangi kita sebagai pemimpin, orang dalam, dan teman kepercayaan. WaLlâh a'lam bi al-shawâb. [red/www.suara-islam.com]

DAMPAK HALAL DAN HARAM

Waspadai 9 Dampak Makanan dan Harta Haram
Friday, 07 August 2009 20:22
E-mail Print PDF

Banyak kaum Muslim kurang paham bahwa Allah akan menolak doa orang yang di dalam tubuhnya masuk makanan haram

Hidayatullah.com--"Mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal, "demikian ucapan sebagian orang, seolah-olah bisa melegalkan kita mendapatkan makanan yang haram. Tapi begitulah kondisi kehidupan duniawi saat ini.

Banyak orang jungkir-balik bekerja dan mengumpulkan harta demi sesuap nasi, meski harus mengambil dan mendapatkan makanan haram yang sangat dilarang oleh agama.

Padahal gara-gara makanan, doa kita bisa tidak diterima oleh Allah. Ibnu Abbas berkata bahwa Sa'ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah." Apa jawaban Rasulullah SAW, "Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani)

Dalam Al-Quran disebutkan, "Katakanlah, terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan oleh Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. "Katakanlah, "Adakah Allah telah memberikan izin kepadamu (dalam persoalan mengharamkan dan menghalalkan) atau kamu hanya mengada-adakan sesuatu terhadap Allah?" (Surah Yunus, 10: 59)

Di bawah ini beberapa dampak makanan haram yang masuk ke perut kita, sebagaimana banyak diungkapkan di hadis dan Al-Quran;



5 Dampak Langsung

Tidak Diterima Amalan

Rasulullah saw bersabda, "Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari." (HR At-Thabrani).

Tidak Terkabul Doa

Sa'ad bin Abi Waqash bertanya kepada Rasulullan saw, "Ya Rasulullah, doakan saya kepada Allah agar doa saya terkabul." Rasulullah menjawab, "Wahai Sa'ad, perbaikilan makananmu, maka doamu akan terkabulkan." (HR At-Thabrani). Disebutkan juga dalam hadis lain bahwa Rasulullah saw bersabda, "Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan, "Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!" Padahal makanannya haram dan mulutnya disuapkan dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?" (HR Muslim).

Mengikis Keimanan Pelakunya

Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin." (HR Bukhari Muslim).

Mencampakkan Pelakunya ke Neraka

Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya." (HR At Tirmidzi).

Mengeraskan Hati

Imam Ahmad ra pernah ditanya, apa yang harus dilakukan agar hati mudah menerima kesabaran, maka beliau menjawab, "Dengan memakan makanan halal." (Thabaqat Al Hanabilah : 1/219).

At Tustari, seorang mufassir juga mengatakan, "Barangsiapa ingin disingkapkan tanda-tanda orang yang jujur (shiddiqun), hendaknya tidak makan, kecuali yang halal dan mengamalkan sunnah," (Ar Risalah Al Mustarsyidin : hal 216).



4 Dampak Tidak Langsung

Haji dari Harta Haram Tertolak

Rasulullah saw bersabda, "Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafaqah haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan, "Labbaik, Allahumma labbaik!" Maka yang berada di langit menyeru, "Tidak labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram dan hajimu mendatangkan dosa dan tidak diterima." (HR At Thabrani)

•Sedekahnya ditolak

Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala, dan dosa untuknya." (HR Ibnu Huzaimah)

Shalatnya tidak diterima

Dalam kitab Sya'bul Imam disebutkan, " Barangsiapa yang membeli pakaian dengan harga sepuluh dirham di antaranya uang haram, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama pakaian itu dikenakan." (HR Ahmad)

Silaturrahminya sia-sia

Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mendapatkan harta dari dosa, lalu ia dengannya bersilaturahim (menyambung persaudaraan) atau bersedekah, atau membelanjakan (infaq) di jalan Allah, maka Allah menghimpun seluruhnya itu, kemudian Dia melemparkannya ke dalam neraka. Lalu Rasulullah saw bersabda, " Sebaik-baiknya agamamu adalah al-wara' (berhati-hati)." (HR Abu Daud).[www.hidayatullah.com]



foto: ilustrasi makanan import