Sabtu, 29 Agustus 2009

Perdebatan dalam Islam dan katolik

Debat Imam Ridha as dengan Agamawan Katolik dan Yahudi (Bagian 1)
Rabu, 14 Nopember 2007 22:09 Administrator
E-mail Cetak PDF

Catatan redaksi: Dalam memperingati hari lahir (wilâdah) Imam Ali bin Musa ar-Ridha as, redaksi akan memuat sebagian peri kehidupan manusia mulia ini, yang salah satunya adalah kisah Imam dalam menyikapi berbagai persoalan, arus pemikiran, dan keyakinan yang berkembang pada masanya. Kisah kali mengetegahkan perdebatan Imam dengan agamawan Katolik dan Yahudi, yang sengaja dihadirkan al-Makmun, penguasa Abbasiyah saat itu, untuk menguji Imam.

Kisah yang dinukil dari kitab Bihâr al-Anwâr ini diriwayatkan oleh Hasan bin Muhammad al-Nufali yang berkata, “Al-Makmun memerintahkan Fadhl bin Sahl untuk mengumpulkan para alim (ashhab al-maqalat) seperti orang Katolik (Jatsaliq), Yahudi, para sesepuh Sabean, Hirbidz al-Akbar, para penganut Zoroaster, Nastas al-Rumi, dan para teolog. Fadhl bin Sahl pun mengumpulkan mereka dan memberitahu al-Makmun bahwa mereka sudah berkumpul.

Al-Makmun berkata, ‘Bawa mereka ke hadapanku.’ Fadhl melakukannya. Al-Makmun menyambut mereka lalu berkata kepada mereka, ‘Aku mengumpulkan kalian di sini untuk kebaikan, dan aku ingin kalian berdebat dengan sepupuku dari Madinah yang telah datang di hadapanku. Datanglah ke sini besok pagi, dan jangan ada di antara kalian yang lalai.’ Mereka berkata, ‘Kami dengar dan kami taat, wahai Amirul Mukminin! Kami akan berada di sini besok pagi...’

Keesokan paginya, Fadhl bin Sahl datang kepada Imam Ridha as dan berkata, ‘Semoga aku menjadi tebusanmu. Sepupumu sedang menunggumu. Orang-orang telah berkumpul. Bagaimana pandanganmu tentang yang datang ke hadapannya?’ Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Kamu mendahuluiku dan aku akan datang kepadamu, insya Allah.’ Lalu, Imam berwudhu seperti hendak melakukan salat dan ia meminum sedikit air (semacam air gandum), dan kami pun meminum air yang sama. Lalu ia berangkat dan kami berangkat bersamanya, sampai kami masuk ke hadapan al-Makmun.

Kemudian al-Makmun menoleh kepada orang Katolik seraya berkata, ‘Wahai Katolik! Inilah sepupuku, Ali bin Musa bin Ja`far, seorang keturunan Fatimah putri Nabi kami dan Ali bin Abi Thalib. Maka, aku ingin kalian berbicara dengannya dan berdebat sewajarnya.’

Katolik berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin! Bagaimana aku bisa berdebat dengan seseorang yang bersandar pada sebuah kitab yang aku tolak dan kepada nabi yang aku tidak beriman kepadanya?’

Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Wahai Kristiani! Jika aku berdebat denganmu lewat Injilmu, akankah kamu mengakuinya?’

Katolik itu berkata, ‘Dapatkah aku menolak apa yang dibicarakan di dalam Injil? Ya, demi Tuhan. Aku akan mengakui sekalipun aku tidak menyukainya.’

Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Tanyakanlah apa saja yang melintas di pikiranmu, dan pahamilah jawabannya.’

Katolik itu berkata, ‘Apa yang kamu katakan tentang Yesus dan kitabnya? Apakah kamu mengingkarinya?’

Imam Ridha as berkata, ‘Aku mengakui kenabian Yesus dan kitabnya, dan kabar gembira kepada umatnya yang kepadanya para rasul juga mengakuinya. Dan aku mengingkari kenabian Yesus yang tidak mengakui kenabian Muhammad saw dan kitabnya dan yang tidak memberi kabar gembira tentangnya (Muhammad) kepada umatnya.’

Katolik itu berkata, ‘Bukankah hal ini berarti kamu memandang suatu keputusan dari dua saksi yang adil dan tegas?’
Imam Ridha berkata, ‘Ya.’

Katolik berkata, ‘Maka bawalah dua saksi bagi kenabian Muhammad dari suatu umat selain umatmu yang tidak ditolak oleh umat Kristen, dan mintalah kepada kami yang seperti itu dari umat selain umat kami.’

Imam Ridha as berkata, ‘Sekarang kamu adil, wahai Kristiani! Apakah kamu tidak menerima orang-orang adil kami terdahulu yang berada bersama al-Masih, Yesus putra Maryam?’

Katolik berkata, ‘Siapakah orang adil itu? Beritahu aku namanya?’

Imam Ridha as berkata, ‘Apa yang kamu katakan tentang Yuhanna Daylami (Yohanes)?’

Katolik berkata, ‘Baik! Kamu telah menyebut orang yang paling mencintai al-Masih.’

Imam Ridha berkata, ‘Aku bersumpah kepadamu, tidakkah Injil mengatakan bahwa Yohanes berkata, ‘Al-Masih memberitahuku tentang agama Muhammad al-Arabi dan dia memberiku kabar gembira tentangnya, bahwa dia akan datang sepeninggalnya; lalu aku memberi kabar gembira tentangnya kepada para rasul, maka aku beriman kepadanya?’[1]

Katolik itu berkata, ‘Yohanes menyebutkan ini dari al-Masih dan ia memberi kabar gembira tentang kenabian seseorang dan tentang bangsanya serta wakilnya. Namun, ia tidak menetapkan kapan ini akan terjadi dan ia tidak menyebutkan nama orang ini kepada kami sehingga kami dapat mengakuinya.’

Imam Ridha as berkata, ‘Jika kami membawa seseorang yang membaca Alkitab dan ia membacakannya bagimu penyebutan Muhammad dan bangsanya serta umatnya, akankah kamu beriman kepadanya?’
Ia berkata, ‘Sungguh.’

Imam Ridha as berkata kepada Nastas al-Rumi, ‘Bagaimana ingatanmu terhadap Alkitab?’
Ia berkata, ‘Aku tidak mengingatnya.’

Lalu Imam Ridha menoleh kepada Ra’sul Jalut (Yahudi) dan berkata, ‘Tidakkah kamu membaca Alkitab?’
Ra’sul Jalut (Yahudi) berkata, ‘Ya, demi jiwaku.’

Imam Ridha berkata, ‘Bacakanlah Alkitab untukku. Jika penyebutan Muhammad dan bangsanya serta umatnya ada di dalamnya, bersaksilah kepadanya untukku, dan jika tidak ada, maka jangan bersaksi untukku.’

Lalu ia membaca Alkitab sampai tiba pada penyebutan (nama) Nabi saw ia berhenti.

Kemudian Imam Ridha berkata, ‘Wahai Kristiani! Aku bertanya kepadamu, demi hak al-Masih dan ibunya, apakah kamu tahu bahwa aku mengetahui Injil?’

Katolik itu berkata, ‘Ya.’ Lalu ia membacakan bagi kami penyebutan Muhammad, bangsanya, dan umatnya.

Lalu Imam Ridha berkata, ‘Apa yang hendak kamu katakan wahai Kristiani? Inilah ucapan Yesus putra Maryam. Jika kamu mengingkari apa yang dikatakan di dalam Injil, maka kamu mengingkari Musa dan Yesus, salam atas mereka, dan bila kamu mengingkari penyebutan ini, maka kamu akan menjadi orang yang kafir kepada Tuhanmu, nabimu, dan kitabmu.’

Katolik itu berkata, ‘Aku tidak akan mengingkari apa yang jelas bagiku di dalam Injil. Aku akan mengakuinya.’

Imam Ridha berkata, ‘Bersaksilah kepada apa yang telah ia akui.’ Lalu ia berkata, ‘Wahai Katolik! Tanyakanlah apa saja yang melintas dalam pikiranmu.’

Katolik berkata, ‘Beritahukan kami tentang para rasul Yesus putra Maryam. Berapa jumlah mereka? Dan berapa orang alim dalam Injil?’

Imam Ridha as berkata, ‘Kamu telah datang kepada orang yang tahu. Mengenai rasul, mereka berjumlah dua belas orang, dan yang paling mulia dan paling berilmu di antara mereka adalah Lukas. Mengenai orang alim Kristen, mereka ada tiga orang: Yohanes Agung dari Ajj, Yohanes Qirqisa, dan Yohanes Daylami dari Zijar, dan yang terakhir inilah yang menyebutkan Nabi saw, bangsanya, dan umatnya, dan adalah dia pula yang membawa kabar gembira tentangnya kepada umat Yesus dan kepada Bani Israil.’

Lalu Imam Ridha as berkata kepadanya, ‘Wahai Kristiani! Sesungguhnya kami sungguh-sungguh, demi Allah, beriman kepada Yesus yang beriman kepada Muhamamd saw dan kami tidak membenci apa pun tentang Yesusmu kecuali kelemahannya dan sedikitnya ia berpuasa dan berdoa.’

Katolik berkata, ‘Demi Allah! Kamu merusak ilmumu dan melemahkan urusanmu. Aku membayangkan tidak ada yang kurang darimu dan bahwa kamu adalah orang yang paling berilmu di antara umat Islam.’
Imam Ridha as bertanya, ‘Bagaimana bisa begitu?’

Katolik menjawab, ‘Karena kamu mengatakan tentang Yesus yang lemah dan sedikit berpuasa dan berdoa, padahal Yesus tidak pernah membatalkan puasanya dan tidak tidur semalam pun; ia terus-menerus berpuasa dan tidak tidur.’

Imam Ridha as bertanya lagi, ‘Maka, untuk siapakah ia berpuasa dan berdoa?’
Katolik itu tercengang dan berhenti berbicara.

Imam Ridha berkata, ‘Wahai Kristiani! Aku ingin bertanya kepadamu tentang suatu persoalan.’

Katolik berkata, ‘Tanyalah. Jika mengetahuinya, aku akan menjawabmu.’

Imam Ridha as berkata, ‘Mengapa kamu menyangkal bahwa Yesus menghidupkan orang yang mati dengan seizin Allah Azza wa Jalla?’

Katolik itu berkata, ‘Aku menyangkalnya karena barangsiapa yang menghidupkan orang mati dan mengobati orang buta serta lepra adalah tuhan yang berhak disembah.’

Imam Ridha berkata, ‘Elia juga melakukan hal-hal seperti yang Yesus lakukan: berjalan di atas air, menghidupkan orang mati, dan menyembuhkan orang buta serta lepra, tetapi umatnya tidak menjadikannya sebagai Tuhan, dan tidak seorang pun dari mereka yang menyembahnya alih-alih menyembah Allah Azza wa Jalla. Dan Nabi Yehezkiel juga melakukan hal serupa seperti Yesus putra Maryam karena beliau menghidupkan 35.000 orang setelah mereka mati selama enam puluh tahun.’[2]
Bersambung…

[1]Lihat Yohanes 1:19-25; 14:26; 15:26; 16: 7-14
[2]Lihat Yehezkiel 37:1-13

DETIK RAMADHAN

Detik-Detik Kesucian (3)
Sunday, 07 September 2008
Sejak dulu hingga era teknologi kini, sejarah kehidupan manusia senantiasa diiringi kecenderungan terhadap agama dan spiritualitas. Dalam berbagai keadaan, ketergantungan dan keterikatan terhadap kekuatan metafisika, senantiasa memenuhi benak manusia. Para nabi diutus Tuhan untuk menjelaskan dimensi pembangun agama agar manusia mendapatkan manfaat dari ajaran ilahi bagi pertumbuhan kesempurnaannya. Dengan bimbingan para nabi, sebagian orang mendapatkan hidayah hidup di jalan yang benar. Orang-orang yang tercerahkan, merasakan bahwa agama ilahi tidak akan melalaikan kehidupan manusia dari dimensi manapun dan membantu manusia dalam memahami lebih baik eksisitensi alam ini. Mereka memahami bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Pengatur dan tiada satupun kekuatan yang bisa menandinginya.
Kecenderungan terhadap agama dan spiritual, berakar dari fitrah manusia. Para nabi sebagai guru manusia, sangat memperhatikan kecenderungan internal manusia tersebut dan mereka membimbing manusia meniti jalan keselamatan. Namun kecenderungan terhadap agama dan spiritualitas di sepanjang sejarah dan di setiap tempat tidaklah sama. Pasca Renaisans, orang-orang Barat, mengambil jarak dengan agama dan spiritulitas. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, karena muncul dampak tragisnya berupa perang, kefasadan, dan kriminalitas. Bagi umat manusia, kesalahan tersebut ditebus dengan harga sangat mahal. Itulah petaka ketika manusia jauh dari agama. Hingga kini kita menyaksikan munculnya kembali kecenderungan manusia terhadap agama. Ketika kehidupan modern tidak mampu memenuhi kebutuhan mendalam manusia terhadap agama. Untuk itu, jumlah orang yang condong terhadap agama semakin meningkat.

Spiritualitas merupakan sebuah tuntutan fundamental bagi pertumbuhan jiwa manusia. Dalam pandangan al-Quran, manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk meningkat. Untuk itulah agama menyusun program khusus yang bisa membantu manusia mencapai kesempurnaan. Islam memiliki program yang komprehensif dan rapi yang mencakup dimensi dunia dan akhirat. Penerapan berbagai program ini, sebagian merupakan kewajiban, namun sebagian lainnya dilakukan secara sukarela. Puasa merupakan ibadah yang dalam kondisi khusus seperti bulan Ramadhan atau karena nadzar diwajibkan bagi manusia. Dalam ajaran agama, puasa sunah begitu dianjurkan. Suatu hari Rasulullah saw berkata kepada seseorang bernama Abu Amamah, beliau bersabda,"Berpuasalah, karena tiada amal yang sepadan dengannya dan tiada pahala lain yang dapat menandinginya".

Dengan menyerukan berpuasa, Allah swt membimbing manusia menuju kedudukan tinggi dan melepaskan diri dari belenggu kecenderungan hawa nafsu. Dalam budaya puasa, dengan mengabaikan sejumlah kenikmatan dan kelezatan secara temporal, manusia berupaya untuk keluar dari belenggu kebiasaan yang mencegah perjalanannya menuju kesempurnaan.

Ketenangan hati merupakan hadiah berharga puasa. Ketenangan adalah seni yang sangat berharga hingga masyarakat era modern ini rela mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkannya. Ketika berpuasa, hawa nafsu terkekang dan dengan belindung kepada Allah swt,manusia akan mencapai ketenangan sejati. Oleh sebab itu, orang yang berpuasa merasakan ketenangan spiritual karena merasa dekat dengan Allah swt. Dengan dasar ini, dalam kalimat singkat nan indah Imam Baqir as berkata,
الصیام تسکین القلوب
"Puasa sumber ketenangan hati".

**********

Galibnya manusia tidak anti-spiritual. Walaupun demikian, terkadang kesulitan lahiriyah sejumlah kewajiban agama menimbulkan sikap menyepelekan pelaksanaannya. Namun hal tersebut berbeda ketika dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam ibadah puasa. Puasa di bulan Ramadhan, seperti memasuki sebuah kota yang seluruh warganya seirama mereka berada dalam atmosfer yang dipenuhi kecintaan dalam menggapai satu tujuan. Kebersamaan dan keseiringan ini memperkuat semangat seseorang untuk menunaikan kewajibannya. Keberhasilan dalam berpuasa dengan berbagai kesulitannya seperti haus dan lapar, bisa mempersiapkan seseorang untuk menunaikan kewajiban agama lainnya. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah menyebut puasa sebagai pintu memasuki kota penghambaan. Beliau bersabda, "Terdapat pintu untuk segala, dan pintu ibadah serta penghambaan adalah puasa"

Kurma adalah buah yang berasal dari pohon di daerah panas. Pada bulan Ramadhan, kurma merupakan salah satu menu terpenting yang tersaji pada hidangan buka puasa dan sahur kaum muslimin. Buah kurma mengandung energi dan diperkaya oleh gula natural dan fiber yang berguna bagi manusia. Riset menunjukan bahwa kurma bisa mencegah berbagai penyakit kanker seperti kanker lambung dan sistem pencernaan. Kurma membuang acid tambahan dalam lambung. Acid tambahan, menyebabkan pengasaman sehingga timbul rasa sakit. Ketika timbul rasa sakit, kurma bisa dimakan untuk meredakannya. Dokter spesialis nutrisi, Dr. Robabah Syeikh al-Islam mengatakan, konsumsi kurma pada bulan Ramadhan terutama pada saat berbuka sangat baik untuk menjamin kebutuhan gula darah selama berpuasa.

Dalam sejarah tercatat seorang bernama ‘Atha Salimi yang bekerja sebagai tukang tenun. Suatu hari ia menenun kain yang sangat indah, dengan mengerahkan segenap kemampuan dan ketelitiannya. Lalu ia membawanya ke pasar untuk dijual. Pembelinya adalah orang yang ahli dan seniman di bidang kain tenun ia pun dan menyebutkan beberapa kekurangan dari kain tenun itu. Mendengar ungkapan tersebut, Atha termenung. Di samping pembeli itu, ia bersedih dan meneteskan air matanya. Pembeli itu menyesali perkataannya dan meminta maaf kepada Atha. Kemudian Atha menjawab, "Tangisanku ini bukan karena kekurangan yang kau sebutkan dari kain tenunanku. Semula aku mengira kain yang tenunanku ini tidak memiliki kekurangan. Namun, ketika aku perlihatkan pada orang yang mahir seperti Anda, terdapat beberapa kekurangan. Saat itu, aku tidak mengerti mengapa seketika aku teringat hari kiamat. Aku menangis karena membayangkan pada hari kiamat kelak aku hadir di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui, bagaimana nasibku kelak ? Betapa banyak aib perbuatanku yang tidak kuketahui".

Suatu hari, Allah swt berfirman kepada nabi Daud as, "Wahai Daud berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berdosa dan peringatkanlah orang-orang yang benar. Dengan rasa takjub, nabi Daud bertanya, "Bagaimana mungkin orang-orang yang berdosa kuberi kabar gembira dan orang-orang yang baik aku takut-takuti?"

Allah swt berfirman, "Wahai Daud, sampaikan kepada orang-orang yang berdosa bahwa aku menerima taubatnya. Berilah peringatan kepada orang-orang benar agar memperhatikan tingkah lakunya, jangan sampai mereka congkak atas perbuatan (baik) yang dilakukannya."

DETIK RAMADHAN

Detik-Detik Kesucian (2)
Sunday, 07 September 2008
Tulisan ini kita mulai dengan mengutip penggalan doa Abu Hamzah Tsumali. Inilah merupakan munajat yang penuh hikmah dan makrifat yang sangat menyegarkan ketika dibaca pada pagi hari.
"Segala syukur untuk-Nya. Selain-Nya tiada yang kuseru. Ketika yang lain kuseru mereka tidak menjawab. Syukur untuk-Nya yang menyelesaikan segala urusanku dan kembali aku mulia dihadapan-Nya. Jika aku menyerahkan urusanku pada orang lain, maka aku akan terhina... Segala syukur kepada Tuhan yang telah bersikap sedemikian sabar terhadapku, seolah-olah aku tidak pernah bersalah. Tuhanku, Engkaulah yang terbaik untukku dan paling layak untuk dipuji.

Terkait efek puasa terhadap jiwa manusia Rasulullah saaw bersabda, "Barang siapa yang ingin meminimalkan kegundahan hatinya, maka berpuasalah pada bulan Ramadhan dan 3 hari setiap bulan. Dalam hadis lainnya, Rasulullah bersabda, "Puasa bulan Ramadhan dan 3 hari setiap bulan, menghilangkan kegelisahan hati".

Ungkapan indah ini menunjukkan faedah puasa bagi jiwa dan mental manusia. Beberapa abad lalu dikenal sebagai abad depresi. Bahkan kini, pada abad 21 pun kita menghadapi krisis spiritualitas, kompetisi ekstrim dan berbagai manifestasi menakjubkan kehidupan industri, yang dampaknya semakin memperparah depresi manusia. Perubahan cepat sosial, memudarnya nilai dan tradisi masyarakat, dan yang lebih penting lagi lagi rapuhnya fondasi keyakinan keagamaan, kian meningkatkan kegelisahan dan masalah yang dihadapi umat manusia. Keyakinan religius dan tradisi sosial positif merupakan sebuah variabel yang mendukung manusia menghadapi berbagai masalah destruktif.

Menurut para psikolog, kegelisahan dalam batas tertentu dan nomal memiliki efek positif dan konstruktif bagi seseorang sekaligus menjadi pemicu munculnya rasa tanggung jawab, keseriusan dalam bekerja, serta munculnya mekanisme stimulan psikis dan skill. Dalam hal ini, pada umumnya yang dikhawatirkan manusia saat ini adalah kegelisahan ekstrim yang akan mengurangi kemampuan psikologis dan menimbulkan kegagalan serta berbagai macam gangguan. Berbagai eksperimen menunjukan bahwa orang-orang yang beragama memiliki kemampuan lebih besar dalam menahan tekanan psikologis dan memiliki tingkat kegelisahan yang lebih sedikit dalam hidupnya. Orang-orang yang beragama memiliki pandangan yang sistematis dan realistis tentang kehidupan dan kematian. Selain itu, di lingkungan religius, mereka mendapat dukungan sosial dan psikologi yang lebih akrab. Atas dasar tersebut, mereka lebih mampu menghadapi berbagai kesulitan hidup. Ajaran-ajaran agama seperti tawakal, menerima takdir ilahi, harapan kepada masa depan dan lain-lain, menjauhkan seseorang dari kegelisahan yang merusak saat ia berada di dua persimpangan atau dalamkeputusan sulit. Oleh karena itu, pengaruh setiap amal ibadah seperti shalat dan puasa, dalam memperkokoh tekad dan meningkatkan kepercayaan diri, menciptakan ketenangan dan kesehatan psikologi individu ini, perlu diperhatikan.

Salah satu penyakit yang dalam ilmu psikologi kontemporer dikategorikan sebagai gangguan kegelisahan adalah rasa waswas berpikir dan bertindak. Dalam kondisi waswas seperti ini, penderita akan selalu terlibat pemikiran yang tidak diinginkan yang bersifat berita dan ia merasa tidak dapat lari darinya. Di samping beberapa metode yang biasa ditempuh untuk mengobatinya, puasa berpengaruh besar dalam pencegahan dan penyebaran penyakit waswas. Puasa merupakan program ibadah yang berdiri di atas poros kehendak manusia. Mengingat esensi puasa adalah pencegahan atas perealisasian sejumlah tuntutan kecenderungan dalam diri manusia, maka puasa secara langsung memperkuat tekad manusia. Berpuasa selain memiliki faedah spiritual dan pendidikan, juga merupakan sebuah terapi psikologi sebulan untuk meningkatkan tekad dan menciptakan perubahan perilaku.

Di sisi lain, berbagai bukti menunjukan bahwa puasa berpengaruh dalam proses penyembuhan stres. Dr. Ayub Malik dalam bukunya berjudul Puasa Islami dan Masalah Kedokteran, menulis, ciri-ciri terapi yang ada dalam puasa kaum muslimin, adalah dapat membantu proses pemulihan penderita stres. Salah satu di antaranya adalah perubahan pola tidur dan bangun. Pada bulan Ramadhan, ketika seseorang bangun untuk makan sahur dan melakukan ibadah di waktu sahur, terjadi perubahan pola tidur seseorang sepanjang satu bulan dan hal ini bisa menjadi anti depresi. Penelitian terhadap 1700 pasien menunjukan bahwa perubahan rutinitas terancana seperti tidur, bisa memulihkan stres dari 30 hingga 50 %. Meski pengaruhnya bersifat sementara.

Tentang urgensi suci Ramadhan, filsuf dan mufasir besar Ayatullah Jawadi Amoli mengatakan, "Bulan Ramadhan adalah bulan jamuan Tuhan. Pada bulan ini manusia menjadi tamu Allah swt. Dalam jamuan tersebut, selain rezeki lahiriah yang dianugerahkan Tuhan, manusia dikaruniai rezeki lain. Salah satu yang terpenting dari hidangan langit yang dianugerahkan Allah kepada manusia adalah pengenalan terhadap Al-Quran dan Ahlul Bait as. Menurut Rasul saw, al-Quran tidak terpisahkan dari itrah, maka di bulan ini kita harus mengambil manfaat dari keduanya. Al-Quran disebut sebagai hablullah atau tali Allah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa di satu sisi al-Quran berada di tangan Tuhan dan di sisi lain berada di tangan manusia, maka peganglah erat-erat. Ini bukan tali yang akan putus jika ditarik oleh enam atau tujuh milyar manusia. Inilah tali yang sangat kuat, yang memenuhi seluruh keperluan manusia. Barang siapa yang bertanya dan memiliki keperluan, maka AlQuran akan menjawabnya. Al-Quran adalah kitab kehidupan. Sebuah ajaran praktis dari Allah swt bagi pembangunan manusia yang di samping mengatur dan memajukan urusan kehidupan materinya, manusia juga dapat memberikan warna ilahi kepada hal tersebut. Agar manusia membangun kehidupannya berdasarkan fitrah dan keinginan Allah. Al-Quran membimbing kita di jalan yang paling kokoh. Optimalkan kapasitasmu menjadi tamu kitab ini. Untuk itu bacalah dan tingkatkanlah. Jangan kalian menjual diri kalian dengan harga yang murah".

Bulan Ramadhan senantiasa mengingatkan keikhlasan dan ketulusan niat hamba Allah. Ali bin Abi Thalib as adalah manusia sempurna yang syahid di bulan Ramadhan. Di akhir nasehat kepada putranya, Imam Ali as menyampaikan beberapa poin penting dan penuh makna. Salah satu di antaranya adalah perhatian terhadap al-Quran dan mengamalkan ajarannya. Imam Ali as berkata, "Allah, Allah, tentang al-Quran jangan sampai orang lain mendahului kalian mengamalkan al-Quran".

DETIK RAMADHAN

Detik-Detik Kesucian (1)
Sunday, 07 September 2008
Awal setiap gerakan bisa menjadi permulaan babak baru dalam kehidupan manusia. Sebagian orang, merasa cukup hidup terkungkung dalam rutinitasnya. Sebagian lain, menyukai setiap harinya senantiasa baru. Namun yang penting, bagaimana akhir kebaruan tersebut. Yaitu, setiap manusia memulai pekerjaan barunya, pada akhirnya akan memikirkan agar setiap pekerjaan yang dilakukannya mencapai akhir yang diharapkan.
Allah swt menganugerahkan alam semesta yang terbentang luas untuk manusia, sehingga ia bisa memulai hidup dengan benar, menempuh jalan yang lurus dan berakhir dengan kebaikan. Ajakan Tuhan kepada manusia untuk memasuki atmosfir yang dipenuhi kesucian dan spiritualitas, sebagai kesempatan yang tepat untuk merubah dan memperbaharui diri. Bulan Ramadhan adalah salah satu kesempatan yang berharga tersebut.

Sekejap lagi, Ramadhan tahun ini menjenguk batin kita dan membawanya menuju samudera karunia Ilahi. Pada momentum maknawi tersebut, setiap hari dan malam dari kita mengiringinya. Lalu, pernahkah kita merasakan lebih dekat kepada Allah di bulan Ramadhan? Jika dimana, inilah pemulaan yang tepat mencapai akhir yang baik.

Jika kita mengisi dan mengenali bulan Ramadhan secara lebih baik, tidak diragukan lagi, kehidupan kita akan mengalami perubahan. Ramadhan merupakan kesempatan istimewa bagi manusia yang mencari Tuhannya. Ramadhan dipersiapkan oleh Allah agar kita merasakan sebuah perubahan baru dalam kehidupan.

Dengan mengendalikan kecenderungan naluri hewani di bulan Ramadhan, para pencari kelezatan sejati menikmati hidangan ruhani. Di bulan ini, tersaji aneka hidangan langit, bagi siapa saja yang hendak menikmati karunia ilahi tersebut. Tuan rumah hidangan ini adalah Allah swt yang mengundang seluruh hambanya dalam sebuah resepsi agung. Berbagai sajian seperti sahur penuh berkah, berbuka penuh makna, lantunan al-Quran penuh cinta, shalat penuh kekhusuan dan rintihan doa dan munajat, semua itu adalah berkah langit yang dianugerahkan Allah swt kepada hamba-Nya.

Bulan Ramadhan merubah nada monoton rutinitas kehidupan, agar manusia kembali sadar diri. Bagi orang-orang yang menempuh jalan hakikat, bulan Ramadhan merupakan lentera penerang. Pintu-pintu rahmat dan ampunan Allah swt senantiasa terbuka bagi manusia. Hanya orang-orang lalailah yang tidak memanfaatkan karunia Tuhan swt.

***********************
Langkah pertama yang harus dilakukan di bulan Ramadhan adalah memahami dengan baik tujuan dan falsafahnya. Sebagaimana visi yang berasal dari al-Quran dan Rasul-rasul-Nya. Dengan demikian, seorang mukmin harus merenungkan mengapa dan untuk apa manusia diperintahkan berpuasa. Ketika bulan Ramadhan datang, Imam Sajad as. memohon kepada Allah kesadaran dan marifah, sebagaimana dalam aluanan doanya,"Ya Allah, sampaikan shalawat dan salam atas Muhammad dan Ahlul baitnya, anugerahkan kepada kami pengetahuan tentang keutamaan bulan Ramadhan dan memuliakannya".

Ibnu Masud Ashari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jika seorang hamba menyadari apa yang ada di bulan Ramadhan, dengan sepenuh hati ia menghendaki agar setiap bulan dalam setahun sebagai bulan Ramadhan".
**************************
Demikianlah salah satu keistimewaan bulan Ramadhan. Sebab itu Ramadhan sering disebut sebagai bulan penuh berkah. Karena memiliki berbagai keutamaan, karakteristik tersebut dianugerahkan Allah swt bagi manusia. Dengan datangnya bulan Ramadhan, orang-orang yang berpuasa merasakan atmosfer yang dipenuhi kasih sayang Allah swt dan saat-saat yang penuh berkah. Untuk itulah bulan Ramadhan dinamakan syahrul mubarak, yang berarti bulan penuh berkah.

Sebagaimana yang Anda ketahui, manusia terdiri dua dimensi yaitu dimensi material maupun aspek hewani kita dan dimensi spiritualnya. Dimensi spiritual manusia merupakan karunia khusus Allah swt kepada manusia. Inilah sebuah hakikat yang terbentuk berdasarkan substansi eksistensi manusia yaitu ruh, sedangkan yang lain bergantung padanya. Sebagaimana Allah swt dalam surah al-Hijr ayat 29 berfirman, "Aku telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku". Jika tidak ada ruh ini, manusia laksana hewan. Jelas kiranya, dimensi dari eksistensi manusia ini memerlukan pertumbuhan dan perkembangan. Untuk menjamin keperluan ini, memerlukan sesuatu non materi.

Program maknawi bulan Ramadhan dibuat untuk mengatur dan mengendalikan kecenderungan biologis manusia, sehingga manusia bisa mencapai kesempurnaannya. Walaupun puasa memberikan berkah materi bagi pribadi dan masyarakat, namun tujuan utama dari bulan Ramadhan adalah spriritual dan jiwa manusia. Di bulan ini, puasa, doa, lantunan al-Quran, berinfak dan berbuat baik, membantu orang-orang yang membutuhkan dan amal lainnya, sebagai sarana menumbuhkan dan menyempurnakan spiritual manusia. Untuk itu, inilah saat-saat kita mereguk kejernihan Ramadhan. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, "Pada bulan ini, inayah dan rahmat Allah datang terus-menerus. Maka, bagi orang-orang yang mengharapkan karunia ilahi, manfaatkanlah saat-saat mulia ini.

Kami mengucapkan selamat atas datangnya bulan suci Ramadhan, marilah kita dengarkan bersama Khotbah Rasulullah saw menyambut masuknya bulan suci Ramadhan,
"Wahai manusia, telah datang bulan Tuhan (yaumullah) yang dipenuhi berkah dan rahmat serta ampunan kepada kita semua. Inilah bulan yang terbaik di hadapan Allah swt. Setiap harinya menjadi hari-hari terbaik dan setiap malamnya adalah malam-malam terbaik serta setiap detiknya adalah detik-detik terbaik... di bulan ini, setiap hembuasan nafas kalian adalah zikir kepada Allah dan tidur kalian adalah ibadah. Pada bulan ini, ketika berdoa menghadap Allah, Allah mengabulkan permohonan kalian. Maka, bermohonlah dengan ikhlas dan penuh pengharapan kepada Allah yang memberi taufik menunaikan puasa dan inayah membaca al-Quran. Maka, merugilah orang yang tidak memohon ampunan dan rahmat Allah di bulan yang penuh berkah ini."