Rabu, 19 Agustus 2009

AKIDAH

Theosofi di Indonesia

Oleh : Redaksi 11 Nov, 08 - 7:35 pm

Oleh: Aris Hardinanto*
Sebagai orang yang berkepribadian dan mengaku nasionalis tentu di harapkan peka terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Bangsa yang secara de facto merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 ini sejatinya menyimpan banyak catatan misteri khususnya yang berkaitan dengan kegiatan keagmaan yang sejak abad-abad silam hidup di tengah masyarakat Indonesia. Ungkapan yang sering terdengar di telinga kita adalah perihal �Jas Merah� yang kurang lebih berarti �jangan sekali-kali melupakan sejarah�, yang berarti kita sebagai umat Islam harus selalu mendengungkan jargon �Iqra!!!� atau baca. Baca segala hal, baca situasi, dan baca sejarah. Kita juga sering mendengar pengalaman adalah guru yang paling baik.

Penulis sengaja mengangkat judul diatas karena menurut pribadi, hal diatas jarang sekali di jamah oleh masyarakat kita di karenakan kurangnya (dengan kesengajaan tentunya) bahan rujukan atau media informasi terhadap hal diatas.

Saya berani mengatakan kurangnya minat dan kajian terhadap ketiga hal diatas karena di antara masyarakat kita memang telah terjadi penutupan informasi secara terstruktur.

Theosofi dapat dikatakan masuk ke Indonesia mendompleng gerakan masyarakat atau biasa disebut �brotherhood� Freemasonry ketika menancapkan tiang pondasi di dalam keadaan politik Indonesia. Buku-buku yang membahas mengenai Theosofi ini pada awal decade 1950an sangat banyak di jumpai. Tentunya pembaca bertanya-tanya, apa itu Theosofi, di dalam penjelasan resmi mereka, yang di maksud Theosofi adalah sebuah badan kebenaran yang merupakan dasar dari semua agama, yang tidak dapat dimiliki dan dimonopoli oleh agama atau kepercayaan manapun. Theosofi menawarkan sebuah filsafat yang membuat kehidupan menjadi dapat dimengerti, dan Theosofi menunjukkan bahwa keadilan dan cinta-kasihlah yang membimbing evolusi kehidupan.

Ada 4 poin utama yang dapat kita ambil dari Theosofi tersebut, yaitu:
� Badan Kebenaran
� Dasar semua agama
� Tidak ada monopoli (kebenaran) dalam setiap agama
� Theosofi merupakan Filsafat

Dengan kata lain, Theosofi merupakan penyatuan seluruh kebenaran agama, yang kebenaran itu tidak dapat di tentukan oleh suatu agama secara khusus yang di jabarkan dalam bentuk filsafat, dengan kata lain terdapat peleburan terhadap nilai-nilai kebenaran suatu agama dan agama itu sendiri, mirip dengan paham pluralisme agama. Dapat kita ambil benang merah bahwa ide atau jargon yang di usung oleh Theosofi ini adalah mengenai Pluralisme agama, suatu faham yang sudah di cap sesat menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tokoh besar yang dianggap sebagai pencetus serta pemberi penerangan di dalam mempelajari Thesofi adalah H.P. Blavatsky dan Dr. Annie Besant . Perhimpunan Theosofi yang didirikan di kota New York (Amerika) pada 17 November 1875 oleh Blavatsky, merupakan suatu badan internasional yang tujuan utamanya adalah Persaudaraan Universal berdasarkan realisasi bahwa hidup, dalam berbagai bentuk yang berbeda, manusia dan non-manusia, merupakan kesatuan yang tidak terbagi. Di Indonesia pada tahun 1909, dalam Kongres Theosofi di Bandung, jumlah anggota Theosofi adalah 445 orang (271 Belanda, 157 Bumiputera, dan 17 Cina). Dalam Kongres itu juga disepakati terbitnya majalah Theosofi berbahasa Melayu �Pewarta Theosofi� yang salah satu tujuannya menyebarkan dan mewartakan perihal usaha meneguhkan persaudaraan. Pada tanggal 15 April 1912, berdirilah Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging (NITV), yang diakui secara sah sebagai cabang Theosofi ke-20, dengan Presidennya D. van Hinloopen Labberton. Tahun 1915, dalam Kongres Theosofi di Yogyakarta, jumlah anggotanya sudah mencapai 830 orang (477 Eropa, 286 bumiputera, 67 Cina).


Dalam menjalankan usahanya Theosofi di Indonesia membuat wadah untuk para angotanya yang di sebut dengan Perwathin. Persatuan Warga Theosofi Indonesia (PERWATHIN) di dirikan pada tangal 31 Juli 1963, telah disahkan sebagai Badan Hukum oleh Pemerintah dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tgl. 30 Nopember 1963 No. J.A./146/23 dan terakhir ditambah sesuai dengan Penetapan Menteri Kehakiman tgl. 7 Desember 1971 No. J.A. 5/203/5 Berita Negara No. 22 tahun 1972 Tambahan Berita Negara R.I tanggal 7 Januari 1972 No. 2.

Sebenarnya sebelum Perwathin berdiri, pada tahun 1963, lebih tepatnya sesuai dengan Keppres No. 54 1963 sebuah perhimpunan cikal bakal Theosofi dan Perwathin yang bernama P.T.T.I (Perhimpunan Theosofi Tjabang Indonesia) telah resmi dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan telah di bubarkan oleh presiden Indonesia kala itu, Ir. Sukarno. Tetapi dengan merubah serta mengganti AD serta ART mereka sekarang mereka sudah legal kembali, walaupun inti ajarannya sama dengan ajaran P.T.T.I 1963. Sangat di sayangkan Keppres no. 264 Tahun 1962 telah di cabut pula oleh (mantan) presiden Indonesia Abdurrahman Wahid karena dirasa bertentangan dengan UUD 1945. padahal jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945.

Mengapa dapat dikatakan sama antara ajaran P.T.T.I yang merupakan organisasi terlarang dengan Perwathin? Karena memang di dalam pengantar ke dalam alam Theosofi, buku yang dipergunakan adalah beberapa buku terbitan P.T.T.I.

Gerakan Theosofi, seperti dirumuskan di dalam Majalah Theosofi di Indonesia, mempunyai tujuan:

  1. Membentuk suatu inti persaudaraan universal kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan ras (bangsa), kepercayaan, jenis kelamin, kasta, ataupun warna kulit,

  2. Mengajak mempelajari perbandingan agama-agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan,

  3. Menyelidiki hukum-hukum alam yang belum dapat diterangkan, dan menyelidiki tenaga-tenaga yang masih tersembunyi dalam manusia. (Anggaran Dasar Pasal 2)


Di dalam mainstream Theosofi dapat kita temukan indikasi relativisme dalam ajaran Theosofi, yaitu:

Perhimpunan Theosofi tidak memaksakan dogma/kepercayaan apapun pada anggota-anggotanya, yang disatukan karena pencarian kebenaran dan keinginan untuk belajar tentang makna dan tujuan eksistensi dengan melibatkan diri dalam studi perenungan, kemurnian hidup dan pengabdian dengan penuh kasih.

Penyatuan dari semua unsur agama inilah yang sangat berbahaya, kebenaran suatu agama memang menurut persangkaan umat, tetapi harus di ingat bahwa di dalam agama itu sendiri terdapat ranah �aqidah� yang tidak bisa di utak-atik atau di rombak karena memang itu merupakan harga mati. Kita dapat ambil contoh mudah berikut ini:

وَقَوۡلِهِمۡ إِنَّا قَتَلۡنَا ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَـٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡ‌ۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِى شَكٍّ۬ مِّنۡهُ‌ۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّ‌ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا (١٥٧

Dan Karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Utusan Allah padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi diserupakan bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang hal itu, benar-benar dalam keragu-raguan tentangnya. Mereka tidak mempunyai keyakinan kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak yakin telah membunuhnya (Q.S. An Nissa 157)

Coba kita masukkan poin sanggahan Al Quran tersebut kedalam versi penyaliban Kristen, tentu tidak akan ketemu nilai universalnya. Al Quran tanpa embel-embel jelas mengatakan bahwa Isa atau orang Kristen sebut Yesus, tidak mati di salib, sedangkan di dalam Perjanjian Baru berhamburan ayat mengenai kematian Yesus yang di bumbui dengan teriakan Yesus: �Eli, Eli, Lama Sabachtani� yang berarti �Allahku, Allahku Mengapa Engkau Meninggalkanku?�, sekarang nilai universal apa yang kita dapat dari sisi aqidah?. Dan bagaimana menjelaskan aqidah secara filsafat?

Pada Mei 2008 yang lalu, Theosofi telah melaksanakan kongres di Solo, Jawa Tengah. Satu hal yang menarik dari Theosofi ini adalah perihal terdapatnya lambang Israel atau bintang David pada logo Theosofi Indonesia dan Internasional, kita adapat lihat lambang tersebut sebagai berikut:


Sebuah pertanyaan mungkin mengusik pembaca, mengapa lambang Israel atau Yahudi bisa berada pada logo Theosofi, perihal hal ini, di dalam Majalah Bulanan Theosofi Indonesia yang di terbitkan oleh Persatuan Warga Theosofi Indonesia (Perwatin) Jakarta, ditemukan penjelasan terhadap hal ini, menurut mereka maksud dari lambang yang mirip dengan lambang bendera Israel tersebut adalah:

Gambar segi tiga tersebut saling menjalin, untuk menunjukan adanya kesatuan roh dan zat, sifat kebapaan dan keibuan. Yang menunjukan keadaan keatas melambangkan api atau roh, sedangkan yang menunjukan kebawah kiasan air atau zat. Sifar serba tiga ganda dari segitiga yang bergelombang itu menerangkan adanya kehidupan, pengamatan, kebahagiaan atau kemauan, pengetahuan, kegiatan atau penciptaan, pemeliharaan, permusuhan.

Sisi-sisi ketiga itu sama panjang, karena di dalam Tritunggal ini tidak satupun yang lebih terkemuka, lebih agung atau kurang dari lainnya. (Majalah Theosofi, 8 Januari 1990, hal. 8)


Mungkin ada yang membantah dengan mengemukakan argumen, lambang segitiga sama sisi tersebut sudah ada sebelum Negara Israel berdiri, mana mungkin Theosofi dapat mengambil lambang tersebut, padahal secara logika jelas-jelas Theosofi berdiri terlebih dahulu dari Negara Israel, terhadap argumen yang di keluarkan secara emosional ini, kami hanya dapat bertanya balik, Mengapa Freemasonry yang telah berdiri sebelum Theosofi menggunakan lambang segitiga sama sisi tersebut di dalam loge-loge mereka? Penulis mempersilahkan para pembaca agar menjawabnya berdasarkan fakta dan data.

Seharusnya para anggota Theosofi dapat menjelaskan secara gamblang tentang apa yang dimaksud dalam �Nilai Universal� yang di jargonkannya, karena di dalam agama terdapat ranah aqidah, ibadah, dan muamalah. Andaikata jawaban dari Theosofi adalah Nilai Universal dalam ranah Muamalah, maka mengapa Theosofi menggunakan pengertian �badan kebenaran yang tidak di miliki setiap agama�, bukankah setiap agama mempunyai tata cara dalam bermuamalah?, andaikata yang dimaksud dalam hal Nilai Universal beribadah, ini merupakan suatu penjelasan yang tidak dapat di sifati sebagai Universal, sebab tata cara beribadah dan pengertian ibadah antara suatu agama dengan agama lainnya tidak sama dan tidak mungkin dipersamakan, kecuali yang di maksud dengan �badan kebenaran� tersebut adalah sebuah agama baru. Dan mungkin kita adapat bertanya, apakah maksud motto �Tiada Religi Yang Mengatasi Kesunyataan�?

Tak dengan Theosofi, Indonesiapun pernah di jelajahi oleh sebuah gerakan yang katanya mengusung kemanusiaan dalam melaksanakan Terang dunia, yaitu Freemasonry (Tarekat Mason Bebas atau Vrijmetselarij atau bahasa kerennya Loge Agung Indonesia) yang akhirnya menurut Keppres no. 264 Tahun 1962 dianggap sebagai organisasi keagamaan terlarang.
*pemerhati masalah kajian Agama Semitik, dapat di kontak di email: aris@swaramuslim.com

Link :
- http://theosofi-indonesia.com/
- http://www.theosociety.org/
- http://www.blavatsky.net/
- Cek situs Ahmad Dhani http://www.libforall.org/programs-indo-gus-galih.html
- Theosophist Magazine 1950

ARTIKEL DIATAS ADALAH BAGIAN DARI GALERY

AJARAN KAFIRISASI


cek di swaramuslim.com/galery/kafirisasi/index.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar